Risalatul Mahidl Bagian Sembilan Belas



RANGKUMAN MUSTAHADHOH:
Dapat di simpul kan bahwa jika terjadi istihadhoh maka:

1⃣  jika mumayyizah maka yang di jadikan acuan hukum adalah darah kuat di hukumi haidl sedangkan darah lemah dihukumi suci /istihadhoh, baik mubtadaah maupun mu'tadah.

2⃣  jika ghoiru mumayyizah maka:

A. jika mubtadaah maka yang dihukumi haidl sehari semalam.

B. Jika mu'tadah maka yang di hukumi haid harus meninjau adat.
artinya:
☑️  jika ingat pada adanya maka:

▶ ️jika adatnya intidhom maka dalam setiap daurnya untuk haidl dan sucinya disesuaikan dengan intidhom nya. 
▶️ jika tidak intidhom maka disamakan dengan haid / suci terakhir.
▶️ jika lupa pada haid terakhir maka disamakan dengan haid terkecil / tersedikit.

☑️  jika lupa adatnya maka disebut "mutahayyiroh" di mana pada hari-hari yang dilalui (selama masih keluar darah) maka dihukumi haidl disatu sisi dan dihukumi suci pada sisi hukum yang lain. Dalam artian kewajiban orang suci wajib dilakukan (shalat, puasa dll) namun keharaman orang haidl juga harus ditinggalkan (seperti jima', membaca Alqur'an dll).

☑️  jika ingat jumlah adat namun lupa waktunya atau sebaliknya, maka  yang diyakini haidl pasti dihukumi haidl, yang diyakini suci pasti dihukumi suci, yang memugkinkan haidl dan suci dihukumi sama dengan mutahayyiroh.


HAL-HAL YANG BERKAITAN DENGAN  MUSTAHADHOH:

Wanita yang sedang mengalami istihadhoh tetap berkewajiban melaksanakan shalat, puasa dan dalam segala aspek hukumnya sama dengan orang yang selalu mengeluarkan air kencing (beser).

Terdapat beberapa langkah  yang harus di lakukan mustahadhoh saat akan melakukan shalat:

1. Membersihkan vagina.
2. Membalut / menyumbat vagina dengan semisal kapas, hal ini bertujuan agar darah yang berada di dalam tidak keluar atau setidak tidaknya dapat meminimalisir keluarnya darah.

terdapat ketentuan dalam hal penyumbatannya:
~ Harus sampai pada vagina yang tidak wajib dibasuh ketika istinja' (bagian vagina yang tidak tampak saat jongkok) sebab jika ada penyumbat atau sebagian darinya yang ada di bagian luar vagina maka shalatnya tidak sah karena dianggap membawa najis.
Ketentuan ini berlaku selama :
A.  tidak merasakan sakit berat yang tak tertahan saat di sumbat.
B. Tidak dalam keadaan puasa, sedangkan jika sedang berpuasa maka penyumbatan hanya dilakukan pada malam hari saja, siangnya hanya cukup memakai pembalut saja karena penyumbatan dapat mengakibatkan batalnya puasa.

~ Jika setelah disumbat darah masih saja keluar maka kewajiban berikutnya adalah memakai Pembalut. 
jika darah masih juga keluar  maka dima'fu asal tidak disebabkan kurang kuatnya Pembalut.

3. Setelah vagina terbalut wanita yang istihadhoh ini harus segera bersuci dengan wudlu' atau tayammum.

Beberapa ketentuan bagi mustahadloh:
~ Bersuci harus dilakukan setelah masuk waktu shalat.
~ Niatnya  bukanlah untuk menghilangkan hadats akan tetapi niat agar diperbolehkan untuk melakukan shalat dll  ( لاستباحة الصلاة ). 
~ Satu kali bersuci hanya bisa di gunakan untuk satu fardlu, sehingga jika akan melakukan shalat fardlu lagi maka harus melakukan tahapan dari awal proses lagi (pembersihan dan penyumbatan).

Setelah semua tahapan selesai harus  segera melaksanakn shalat tanpa diselahi (dijeda) dengan melaksanakan aktifitas apapun kecuali kelambanan yang disebabkan hal2 yang terkait dengan kemaslahatan shalat seperti menutupi aurat, menungu jamaah, menjawab adzan dll.

Artikel Terkait

Posting Komentar untuk "Risalatul Mahidl Bagian Sembilan Belas"