Sebagian tradisi warga Nahdiyyin, contohnya yaitu sedekah pada mayit yang biasanya dikemas dengan mengadakan acara tahlilan, hal ini dituding sebagai bid’ah oleh kelompok yang kontra. Mereka beralasan bahwa akan memberi kesulitan atau beban pada Shâhib al-Mushîbah.
Adakah dalil yang menjelaskan sedekah tersebut?
Jawab: Menyelenggarakan
ritual upacara kematian, seperti; tujuh harinya mayit, empat puluh hari,
seratus hari, haul dan lain sebagainya. Jika kita amati tujuan dan makna
upacara tersebut, tidak lain untuk shadaqah dan mendo’akan mayit, yang pada
intinya untuk meringankan si mayit. Berdasarkan hal diatas, maka tradisi tersebut termasuk sesuatu yang dianjurkan oleh syara’. Untuk sebagai bukti yaitu tradisi di atas bukan mengada ada atau di ada-dakan, artinya memang betul-betul ada dasarnya dari kitab para salaf. Sama dengan yang dikatakan as-Suyûthiy bahwa ada sebagian riwayat juga dari Imam Thawus tentang hal tersebut, sebagaimana berikut;
قَالَ الطَّاوُسُ إِنَّ الْمَوْتَى يُفْتَنُوْنَ فِيْ قُبُوْرِهِمْ سَبْعًا فَكَانُوْا يَسْتَحِبُّوْنَ أَنْ يُطْعِمُوْا عَنْهُمْ تِلْكَ اْلأَيَّامَ
(أخرجه أحمد وأبو نعيم )
Imam Thâwus berkata: “Seseorang
yang meninggal (mati) akan mendapat
ujian dari Allah dalam kuburannyaselama
tujuh hari. Oleh karena itu,
sebaiknya bagi mereka
yang masih hidup (untuk) memberikan suatu
jamuan atau shadaqah bagi yang mati selama
hari
ujian tersebut”. (Hadist Rriwayat
Ahmad & Abu Na’îm).
Atsar yang diriwayatkan oleh Imam Thawus, bahwa hukumnya sama dengan hadits marfû’ mursal, dan sanadnya juga sampai pada tabi’în. Berdasarkan Imam Hambali dan Imam Hanafi serta Imam Mâliki, bahwa riwayat dari Imam Thawus Itu dapat dijadikan sebagai referensi atau dasar pijakan secara mutlak. Sedangkan Imam Syafi’i mengatakan, bahwa untuk menjadikan hujjah dari riwayat Imam Thâwus diatas, harus ada dalil pendukungnya. Contohnya ditemukan hadits lain yang mirip atau ketetapan para Shahâbat (konsensus). Tetapi, kehati-hatian Imam Syâfi’i itu telah terjawab, karena ada hadits lain yang senada dengan atsar Imam Thâwus yang diriwayatkan oleh Mujâhid dan ‘Ubaid bin Umair, berikut Haditsnya;
عَنْ عُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرٍ قَالَ يُفْتَنُ رَجُلاَنِ مُؤْمِنٌ وَمُنَافِقٌ فَأَمَّا اْلمُؤْمِنُ فَيُفْتَنُ سَبْعًا وَأَمَّا اْلمُنَافِقُ فَيُفْتَنُ أَرْبَعِيْنَ صَبَاحًا
Dari Ubaid Ibn Umair
berkata: “Orang yang meninggal akan mengalami ujian dalam kuburannya baik itu
orang mukmin atau munâfiq. Adapun orang mukmin
ujiannya selama 7 hari.
Sedangkan munafiq 40 hari di waktu pagi”.
Walaupun demikian, para ahli hadits dan para pakar usul fiqih belum sampai pada kata sepakat menyikapi status riwayat Imam Thâwus tersebut. Ada yang pendapat pertama yaitu mengatakan riwayat itu termasuk Hadits yang marfû’, artinya acara yang disebutkan dalam riwayat Imam Thâwus sudah ada semenjak zaman Nabi Saw., dan beliau menyetujuinya. Sedangkan pendapat yang kedua mengatakan, riwayat dari Imam Thâwus, sanadnya hanya pada para Shahâbat, tidaklah sampai kepada Nabi Muhammad Saw. Dari pendapat yang kedua ini juga menimbulkan sebuah perbedaan pendapat tersendiri dikalangan mereka. Sehingga terdapat beberapa kemungkinan untuk menyikapi riwayat dari Imam Thâwus ini. Diantara mereka ada yang mengatakan, bahwa tersebut itu pernah dilakukan oleh semua Shahabat (ijmâ’). Ada juga yang mengklaim bahwa hanya sebagian Shahâbat saja yang melakukannya. Pendapat yang mengatakan bahwa hanya sebagian dari Sahabat saja yang melakukan inilah yang menjadi pilihan dari Imam An-Nawawy.[1]Berdasarkan itu, masalah sodakoh yang dikemas tahlilan, tidak berlebihan jika kami menyebutknya bahwa hal tersebut yang dapat meringankan pada mayit yang didoakan, sebab bacaan tahlilan(tahlil) yang terjadi dimasyarakat sekitar NU diambilkan dari ayat-ayat al-Qur’an dan hadits Nabi Muhammad Saw. yang tujuannya tersebut, pahalanya dikhususkan dihadiahkan kepada si mayit. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad Saw.;
قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَنْ أَعَانَ عَلَى مَيِّتٍ بِقِرَاءَةٍ وَذِكْرٍ اسْتَوْجَبَ اللهُ لَهُ الْجَنَّةَ
(رواه الدارمي والنسائ عن إبن
عباس)
Rasulullâh saw
bersabda: “Barang siapa menolong mayit dengan membacakan
ayat-ayat al-Qur’an dan
dzikir, Allah memastikan surga baginya”.
(HR. Darimi dan Nasa'i
dari Ibn Abbas).
Juga dikaatakan dari Abû ar-Rabî’, disaat beliau menghadiri sebuah perkumpulan, beliau beserta para jama’ah sedang membaca لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ sejumlah 70 ribu kali. Dan setelah selesai, para jama’ah diberi hidangan makanan. Dikala itu, ada seorang pemuda yang akan mengambil makanan, namun tidak jadi memakannya, malah ia menangis tersedu. Membuat para jama’ah bertanya pada sang pemuda, “Kenapa Kamu menangis?”. Lalu seorang pemuda tersebut membalas, “Aku melihat neraka dan ibuku berada di sana”. Kemudian Abû ar-Rabî’ yang berada diantara perkumpulan juga mendengar dan dalam hatinya beliau berdo'a, “Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Tahu bahwa aku telah membaca tahlil sebanyak 70 ribu kali, dan akan aku jadikan tahlil tersebut sebagai penebus dosa ibu pemuda yang ada di neraka”. Setelah beberapa saat sang pemuda itu berhenti dari tangisannya dan memberikan tahu, bahwa dia melihat ibunya telah keluar dari neraka. Lalu dia makan bersama para jama’ah. Dari penjelasan yang sangat sederhana diatas, sebenarnya sudah sangatmudah dimengerti, bahwa tradisi yang dilakukan oleh orang NU tidak meng-ada-ngada dan telah dikenal di masa awal Islam.
Referensi:
&نصائح العباد
صحـ : 22 مكتبة الهداية
(اَلْخَامِسُ
وَالْعِشْرُوْنَ النُّطْقُ بِالتَّوْحِيْدِ) لِمَا رَوَى أَحْمَدُ وَغَيْرُهُ حَدِيْثَ جَدِّدُوْا إِيْمَانِكُمْ قِيْلَ يَا رَسُوْلَ
اللهِ كَيْفَ نُجَدِّدُ إِيْمَانَنَا قَالَ أَكْثِرُوْا مِن قَوْلِ لاَ إِلَهَ إِلاَ
اللهُ. وَرُوِيَ أَنَّ الشَّيْخَ أَبَا الرَّبِيْعِ اْلماَلِقِي كَانَ عَلَى مِائَةِ
الطَّعَامِ وَكَانَ قَدْ ذَكَرَ لاَ إِلَهَ إِلاَ اللهُ سَبْعِيْنَ أَلْفَ مَرَّاتٍ
وَكَانَ مَعَهُمْ عَلَى الْمَائِدَةِ شَابٌّ مِنْ أَهْلِ الْكَشْفِ فَحِيْنَ مَدَّ
يَدَهُ إِلَى الطَّعَامِ بَكَى وَامْتَنَعَ مِنَ الطَّعَامِ فَقَالَ لَهُ الْحَاضِرُوْنَ
لِمَ تَبْكِيْ فَقَالَ أَرَى جَهَنَّمَ وَأَرَى أُمِّيْ فِيْهَا قَالَ الشَّيْخُ أَبُوْ
الرَّبِيْعِ فَقُلْتُ فِيْ تَفْسِيْ اللَّهُمَّ إِنَّكَ تَعْلَمُ أَنِّيْ قَدْ هَلَّلْتُ
هَذِهِ سَبْعِيْنَ أَلْفًا وَقَدْ جَعَلْتُهَا عِتْقَ أُمِّ هَذَا الشَّابِّ مِنَ
النَّارِ فَقَالَ الشَّابُّ الْحَمُدُ للهِ أَرَى أُمِّيْ قَدْ خَرَجَتْ مِنَ النَّارِ
وَمَا أَدْرِيْ مَا سَبَبُ خُرُوْجِهَا وَجَعَلَ هُوَ يَبْتَهِجُ وَأَكَلَ مَعَ الْجَمَاعَةِ
وَهَذَا التَّهْلِيْلُ بِهَذَا الْعَدَدِ يُسَمَّى عِتَاقَةً صُغْرَى كَمَا أَنَّ
سُوْرَةَ الصَّمَدَنِيَّةِ إِذَا قُرِئَتْ وَبَلَغَتْ مِائَةَ أَلْفٍ مَرَّةً تُسَمَّى
عِتَاقَةَ الْكُبْرَى وَلَوْ فِيْ سِنِّيْنَ عَدِيْدَةً فَإِنَّ الْمُوَالاَةَ لاَ
تُشْتَرَطُ اهـ
&الفتاوى الفقهية
الكبرى الجزء 3 صحـ : 191 مكتبة الشاملة
( وَسُئِلَ )
فَسَّحَ اللَّهُ فِي مُدَّتِهِ بِمَا لَفْظُهُ مَا قِيْلَ إِنَّ الْمَوْتَى
يُفْتَنُوْنَ فِيْ قُبُوْرِهِمْ أَيْ يُسْأَلُوْنَ كَمَا أَطْبَقَ عَلَيْهِ
الْعُلَمَاءُ سَبْعَةَ أَيَّامٍ هَلْ لَهُ أَصْلٌ ( فَأَجَابَ ) بِقَوْلِهِ نَعَمْ
لَهُ أَصْلٌ أَصِيْلٌ فَقَدْ أَخْرَجَهُ جَمَاعَةٌ عَنْ طَاوُسِ بِالسَّنَدِ
الصَّحِيْحِ وَعُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرٍ بِسَنَدٍ احْتَجَّ بِهِ ابْنُ عَبْدِ
الْبَرِّ وَهُوَ أَكْبَرُ مِنْ طَاوُسِ فِي التَّابِعِيْنَ بَلْ قِيْلَ إنَّهُ صَحَابِيٌّ
لأَنَّهُ وُلِدَ فِي زَمَنِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ بَعْضَ
زَمَنِ عُمَرَ بِمَكَّةَ وَمُجَاهِدٌ وَحُكْمُ هَذِهِ الرِّوَايَاتِ الثَّلاَثِ
حُكْمُ الْمَرَاسِيْلِ الْمَرْفُوْعَةِ ِلأَنَّ مَا لاَ يُقَالُ مِنْ جِهَةِ
الرَّأْيِ إذَا جَاءَ عَنْ تَابِعِيٍّ يَكُوْنُ فِي حُكْمِ الْمُرْسَلِ الْمَرْفُوْعِ
إلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا بَيَّنَهُ أَئِمَّةُ
الْحَدِيْثِ وَالْمُرْسَلُ حُجَّةٌ عِنْدَ اْلأَئِمَّةِ الثَّلاَثَةِ وَكَذَا
عِنْدَنَا إذَا اعْتُضِدَ وَقَدْ اعْتُضِدَ مُرْسَلُ طَاوُسِ بِالْمُرْسَلَيْنِ اْلآخَرَيْنِ
بَلْ إذَا قُلْنَا بِثُبُوْتِ صُحْبَةِ عُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرٍ كَانَ مُتَّصِلاً
لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبِقَوْلِهِ اْلآتِي عَنِ
الصَّحَابَةِ كَانُوْا يَسْتَحِبُّوْنَ إلخ لِمَا يَأْتِيْ أَنَّ حُكْمَهُ حُكْمُ
الْمَرْفُوْعِ عَلَى الْخِلاَفِ فِيْهِ وَفِي بَعْضِ تِلْكَ الرِّوَايَاتِ
زِيَادَةُ إنَّ الْمُنَافِقَ يُفْتَنُ أَرْبَعِيْنَ صَبَاحًا وَمِنْ ثَمَّ صَحَّ
عَنْ طَاوُسِ أَيْضًا أَنَّهُمْ كَانُوْا يَسْتَحِبُّوْنَ أَنْ يُطْعَمَ عَنْ
الْمَيِّتِ تِلْكَ اْلأَيَّامَ وَهَذَا مِنْ بَابِ قَوْلِ التَّابِعِيِّ كَانُوْا
يَفْعَلُوْنَ وَفِيْهِ قَوْلاَنِ ِلأَهْلِ الْحَدِيْثِ وَاْلأُصُولِ أَحَدُهُمَا
أَنَّهُ أَيْضًا مِنْ بَابِ الْمَرْفُوعِ وَأَنَّ مَعْنَاهُ كَانَ النَّاسُ
يَفْعَلُوْنَ ذَلِكَ فِي عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَيَعْلَمُ بِهِ وَيُقِرُّ عَلَيْهِ وَالثَّانِيْ أَنَّهُ مِنْ بَابِ الْعَزْوِ
إلَى الصَّحَابَةِ دُونَ انْتِهَائِهِ إلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَعَلَى هَذَا قِيْلَ إِنَّهُ إخْبَارٌ عَنْ جَمِيْعِ الصَّحَابَةِ
فَيَكُوْنُ نَقْلاً لِْلإِجْمَاعِ وَقِيْلَ عَنْ بَعْضِهِمْ وَرَجَّحَهُ
النَّوَوِيُّ فِي شَرْحِ مُسْلِمٍ وَقَالَ الرَّافِعِيُّ مِثْلُ هَذَا اللَّفْظِ
يُرَادُ بِهِ أَنَّهُ كَانَ مَشْهُوْرًا فِي ذَلِكَ الْعَهْدِ مِنْ غَيْرِ نَكِيْرٍ
ثُمَّ مَا ذُكِرَ فِي السُّؤَالِ عَنِ الْعُلَمَاءِ مِنْ أَنَّ الْمُرَادَ
بِالْفِتْنَةِ سُؤَالُ الْمَلَكَيْنِ صَحِيْحٌ .وَيُؤَيِّدُهُ خَبَرُ
الْبُخَارِيِّ { أُوْحِيَ إلَيَّ أَنَّكُمْ تُفْتَنُوْنَ فِي الْقُبُوْرِ
فَيُقَالُ مَا عِلْمُكَ بِهَذَا الرَّجُلِ } إلخ وَرَوَى ابْنُ أَبِي الدُّنْيَا {
أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِعُمَرَ كَيْفَ أَنْتَ إذَا
رَأَيْتَ مُنْكَرًا وَنَكِيْرًا قَالَ وَمَا مُنْكَرٌ وَنَكِيْرٌ قَالَ فَتَّانَا
الْقَبْرِ } الْحَدِيْثُ وَفِي مُرْسَلٍ عِنْدَ أَبِيْ نُعَيْمٍ { فَتَّانُ
الْقَبْرِ ثَلاَثَةٌ أَنَكُوْرُ وَنَاكُوْرُ وَرُوْمَانُ } وَفِيْ حَدِيْثٍ
مَرْفُوْعٍ رَوَاهُ ابْنُ الْجَوْزِيِّ { فَتَّانُو الْقَبْرِ أَرْبَعَةٌ مُنْكَرٌ
وَنَكِيْرٌ وَنَاكُوْرُ وَرُوْمَانُ } وَاعْلَمْ أَنَّهُ لَيْسَ فِي ذِكْرِ
السَّبْعَةِ اْلأَيَّامِ مُعَارَضَةٌ لِْلأَحَادِيْثِ الصَّحِيْحَةِ ِلأَنَّهَا
مُطْلَقَةٌ وَهَذَا فِيْهِ زِيَادَةٌ عَلَيْهَا فَوَجَبَ قَبُوْلُهَا كَمَا هُوَ
مُقَرَّرٌ فِي اْلأُصُوْلِ وَقَوْلُهُ فِيْهَا نَعمْ صَالِحًا لاَ يُنَافِيْهِ
السُّؤَالُ فِي يَوْمٍ ثَانٍ وَهَكَذَا خِلاَفًا لِمَنْ وَهَمَ فِيْهِ وَنَظِيْرُ
ذَلِكَ أَنَّهُ أَطْلَقَ السُّؤَالَ فِيْهَا وَفِيْ حَدِيْثٍ حَسَنٍ إنَّ
السُّؤَالَ يُعَادُ عَلَيْهِ فِي الْمَجْلِسِ الْوَاحِدِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ
فَإِنَّهُ جَاءَ فِي أَحَادِيْثَ أَنَّ السَّائِلَ مَلَكٌ وَفِيْ أَحَادِيْثَ
إنَّهُ مَلَكَانِ وَأَحَادِيْثَ إنَّهُ ثَلاَثَةٌ وَأَحَادِيْثَ إِنَّهُ
أَرْبَعَةٌ وَلاَ تَنَافِيَ ِلأَنَّ ذَاكِرَ الْوَاحِدِ لَمْ يَقُلْ وَلاَ يَأْتِيْهِ
غَيْرُهُ ذَكَرَهُ الْقُرْطُبِِيُّ وَاعْلَمْ أَيْضًا أَنَّ السُّؤَالَ فِيْمَا
بَعْدَ الْيَوْمِ اْلأَوَّلِ تَأْكِيْدٌ لَهُ لِحَدِيْثِ إنَّهُمْ لاَ يُسْأَلُوْنَ
عَنْ شَيْءٍ سِوَى مَا ذُكِرَ فِي السُّؤَالِ اْلأَوَّلِ وَحِكْمَةُ التَّكْرِيْرِ
تَمْحِيْصُ الصَّغَائِرِ وَإِظْهَارُ شَرَفِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَمَزِيَّتِهِ عَلَى سَائِرِ اْلأَنْبِيَاءِ فَإِنَّ سُؤَالَ الْقَبْرِ إنَّمَا جُعِلَ
تَعْظِيْمًا لَهُ إذْ لَمْ يُجْعَلْ ذَلِكَ لِنَبِيٍّ غَيْرَهِ وَصَحَّ حَدِيْثُ {
وَأَمَّا فِتْنَةُ الْقَبْرِ فَبِيْ يُفْتَنُوْنَ وَعَنِّيْ يُسْأَلُوْنَ }
وَبَيَّنَ الْحَكِيْمُ التِّرْمِذِيُّ أَنَّ سُؤَالَ الْقُبُوْرِ خَاصٌّ بِهَذِهِ
اْلأُمَّةِ فَإِنْ قُلْتَ لِمَ كُرِّرَ اْلإِطْعَامُ سَبْعَةَ أَيَّامٍ دُونَ
التَّلْقِيْنِ قُلْتُ ِلأَنَّ مَصْلَحَةَ اْلإِطْعَامِ مُتَعَدِّيَةٌ وَفَائِدَتُهُ
لِلْمَيِّتِ أَعْلَى إذِ اْلإِطْعَامُ عَنْ الْمَيِّتِ صَدَقَةٌ وَهِيَ تُسَنُّ
عَنْهُ إجْمَاعًا وَالتَّلْقِينُ أَكْثَرُ الْعُلَمَاءِ عَلَى أَنَّهُ بِدْعَةٌ
وَإِنْ كَانَ اْلأَصَحُّ عِنْدَنَا خِلاَفَهُ لِمَجِيْءِ الْحَدِيْثِ بِهِ
وَالضَّعِيْفُ يُعْمَلُ بِهِ فِي الْفَضَائِلِ اهـ
[1] Jalâl ad-Dîn
as-Suyûthy, al-Hâwî li al-Fatâwi, Dâr al-Jîl, cet.ke-1, 1412,
vol.II, hal. 178-194
Posting Komentar untuk "Dalil Upacara Tujuh Hari Mengenang Kematian"