Pertanyaan dari nomer ponsel +62
813-5303-xxxx
Assalamualaikum Gus dan poro yai, Mau
Nanya tentang penjelasan ayat Qur'an yang disampaikan oleh seorang ustadz,
dibawah ini bener nggak seperti itu maksud ayat tersebut.
Allah SWT berfirman:
اَلَّذِيْنَ يُظٰهِرُوْنَ
مِنْكُمْ مِّنْ نِّسَآئِهِمْ مَّا هُنَّ اُمَّهٰتِهِمْ ۗ اِنْ اُمَّهٰتُهُمْ
اِلَّا الّٓـٰـئِـيْ وَلَدْنَهُمْ ۗ وَاِنَّهُمْ لَيَقُوْلُوْنَ مُنْكَرًا مِّنَ
الْقَوْلِ وَزُوْرًا ۗ وَ اِنَّ اللّٰهَ لَعَفُوٌّ غَفُوْرٌ
allaziina yuzhoohiruuna mingkum min
nisaaa`ihim maa hunna ummahaatihim, in ummahaatuhum illal-laaa`ii waladnahum,
wa innahum layaquuluuna mungkarom minal-qouli wazuuroo, wa innalloha la'afuwwun
ghofuur
Artinya :
"Orang-orang di antara kamu yang
menzihar istrinya, (menganggap istrinya sebagai ibunya, padahal) istri mereka
itu bukanlah ibunya. Ibu-ibu mereka hanyalah perempuan yang melahirkannya. Dan
sesungguhnya mereka benar-benar telah mengucapkan suatu perkataan yang munkar
dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf, Maha Pengampun."
(QS. Al-Mujadilah 58: Ayat 2)
Keterangan ustadz sebagai berikut :
Saudaraku sahabatku semua mari kita
perhatikan ayat diatas. Berangkat dari ayat ini sunah sunah Rasul yg melarang
seseorang memanggil istri dengan panggilan ibu /mama, pak /buk, serta
menambahkan nama suami dibelakang nama istri ,seolah olah menjadi Bin/ binti.
Dengan larangan ini maka pasti ada hukumanya. Namun Allah maha pengampun,
karena mungkin tadinya kita tidak tau sehingga kita lakukan .mungkin tadinya
kita menganggap itu baik ternyata tidak baik . Saudaraku dan sahabatku semua
mari kita berbenah diri mudah mudahan Allah mengampuni kita Aamiin yarabbal
alamin.
Mohon penjelasannya Gus, karena kulo masih
awam.
Jawaban :
Wa'alaikumus salam wr.wb
Dalam memahami alqur'an dan hadits tidak
semudah membalikkan telapak tangan. Perlu proses yang sangat panjang dan harus
menguasai berbagai disiplin ilmu dan itupun tidak mudah untuk dikuasai.
Baiklah coba kita urai sedikit taaf saya
tidak memakai terjemah lho ya... Tapi melihat dari sisi tafsir. Bukannya
sombong, tapi biar tau duduk permasalahannya dan tidak sembarangan membuat
statment dikit-dikit haram, dikit-dikit bid'ah yang ketetangannya cuma diambil
dari modal terjemah.
Langsung saja ayat di atas menjelaskan
tentang dhihar yang pada masa jahiliyyah digunakan sebagai bentuk pentalaqan
terhadap istri.
Sedangkan konsep syariat islam dalam
permasalah dhihar ditinjau secara syara' "Dhihar bisa terjadi jika
panggilan yang ditujukan kepada istri mengandung unsur mengharamkan istri
seperti keharaman orang-orang yang diharamkan digauli (ibu kandung, saudara
perempuan, ibu mertua, dll)."
Sedangkan ketika kita melihat praktek
sebenarnya yang terjadi di masyarakat bahwa panggilan ummi, mama, ..itu adalah
memberi contoh kepada anaknya, tidak ada unsur menyamakan istri dengan ibunya
(dalam segi mahromiyyah / keharaman dinikah)
تفسير المراغى المجادلة
اية 2
والظهار شرعا: تشبيه
المرأة أو عضو منها بامرأة محرمة نسبا أو رضاعا أو مصاهرة بقصد التحريم لا بقصد
الكرامة، ولهذا المعنى نزلت الآية، « إِنْ أُمَّهاتُهُمْ إِلَّا اللَّائِي
وَلَدْنَهُمْ »: أي ما أمهاتهم، والمنكر: ما ينكره الشرع والعقل والطبع
Memanggil istri dengan sebutan ummi, mama,
ibu dengan tujuan menghormati bukan termasuk zhihar, hanya saja hukumnya makruh
untuk diucapkan. Namun jika ada niat dhihar maka terjadi dhihar, karena
termasuk kinayah dhihar.
تفسير الروائع البيان ٢ /
٥٢٢
ﻭﺃﻣﺎ ﻣﻦ ﻗﺎﻝ ﻻﻣﺮﺃﺗﻪ: ﻳﺎ
ﺃﺧﺘﻲ ﺃﻭ ﻳﺎ ﺃﻣﻲ ﻋﻠﻰ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻜﺮاﻣﺔ ﻭاﻟﺘﻮﻗﻴﺮ ﻓﺈﻧﻪ ﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﻈﺎﻫﺮا، ﻭﻟﻜﻦ ﻳﻜﺮﻩ ﻟﻪ ﺫﻟﻚ
Tinjauan dari sisi ilmu Fiqih
Dhihar ada empat syarat:
1.Adanya ucapan itu dari suami
2.Adanya wanita itu istrinya sendiri
3.Adanya musyabbah bih, yaitu
anggota-anggota dhahir dari perempuan yang tidak halal dinikah, seperti ibu,
adik, kakak, dll.Anggaota-anggota dhahir seperti punggung, tangan, kaki, wajah,
dll.Contoh: Kau bagiku seperti punggung ibuku, kau bagiku seperti tangan ibuku,
kau bagiku seperti kaki ibuku, dll.Sedangkan menyerupakan istri dgn anggota
batin tidak termasuk dhihar. Seperti contoh: Kau seperti mata ibuku, kau
seperti perut ibuku. Dua kata itu jika tidak diniatkan dhihar, maka tidak
terjadi dhihar. sebab termasuk kata kinayah.
4.Adanya shigat (kata-kata) dhihar.Sighat
(kata-kata) ada yang jelas (sharih) dan ada yang tidak jelas (kinayah).
~ Untuk kata yang jelas seperti: "kau
bagiku seperti punggung ibuku", maka kata tersebut menjadi dhihar, baik
diniatkan dhihar atau tidak.
~ Sedangkan kata yang tidak jelas
(kinayah) seperti; "Kau seperti ibuku". Perkataan ini termasuk
perkataan yang tidak jelas, sebab jika hanya "seperti ibuku" akan
mencakup anggota dhahir dan batin, juga mencakup perbuatan atau tingkah laku.
Maka jika demikian dibutuhkan niat. Jika ketika mengatakan "kau seperti
ibuku" tidak niat dhihar, maka tidak terjadi dhihar, namun bila ada niat
dhihar, maka terjadilah dhihar.
Dari keterangan tersebut, jika ada seorang
suami memanggil istrinya dgn panggilan "ummi", atau "mama",
atau "adek", atau "ibu", maka tidak termasuk dhihar. Sebab
tidak memenuhi unsur penyerupaan, hanya panggilan, yang jika dijelaskan memuat
"ibu dari anaknya". Jika melihat keterangan dalam Al-Mahally, kata-kata
itu tidak sesuai dgn dhihar yang masyhur di kalangan orang jahiliyah. Padahal,
keharaman dhihar itu karena menyerupai perkataan orang jahiliyyah dalam
mencerai istrinya.
اعانة الطالبين
)واعلم)
أن الظهار كان طلاقا في الجاهلية كالإيلاء فغير الشرع حكمه إلى تحريم المظاهر منها
بعد العود ولزوم الكفارة ففيه شبه باليمين من حيث لزوم الكفارة وشبه بالطلاق من
حيث ترتب التحريم عليه ولذلك صح توقيته نظرا للأول وتعليقه نظرا للثاني، فإن قال:
إن دخلت الدار فأنت علي كظهر أمي تكون مظاهرا منها بدخولها الدار.
اعانة الطالبين
وأركانه أربعة: مظاهر،
ومظاهر منها، ومشبه به، وصيغة، وشرط في المظاهر كونه زوجا يصح طلاقه فلا يصح من
غير زوج من أجنبي وإن نكح من ظاهر منها وسيد فلو قال لأمته أنت علي كظهر أمي لم
يصح، ولا يصح من صبي ومجنون ومكره لعدم صحة طلاقهم.
وشرط في المظاهر منها
كونها زوجة ولو رجعية فلا يصح من أجنبية ولو مختلعة ولا من أمة مملوكة، بخلاف
الزوجة الأمة فيصح الظهار منها.
وشرط في المشبه به أن يكون
كل أنثى أو جزء أنثى محرم بنسب أو رضاع أو مصاهرة لم تكن حلاله قبل كأمه وبنته
وأخته من النسب ومرضعة أبيه أو أمه وزوجة أبيه التي نكحها قبل ولادته أو معها فيما
يظهر وأخته من الرضاعة إن كانت ولادتها بعد إرضاعه أو معه فيما يظهر، فخرج بالأنثى
الذكر والخنثى لأن كلا منهما ليس محلا للتمتع وبالمحرم أخت الزوجة لأن تحريمها من
جهة الجمع وزوجات النبي - صلى الله عليه وسلم - لأن تحريمهن ليس للمحرمية بل لشرفه
- صلى الله عليه وسلم -، وبقولنا: لم تكن حلاله قبل زوجة أبيه التي نكحها بعد
ولادته وأخته من الرضاعة التي كانت مولودة قبل إرضاعه فلا يكون التشبيه بها ظهارا
لأنها كانت حلالا له وإنما طرأ تحريمها
وشرط في الصيغة لفظ يشعر بالظهار
وفي معناه الكتابة وإشارة الأخرس المفهمة. ثم هو إما صريح كأنت أو رأسك أو يدك أو
نحو ذلك من الأعضاء الظاهرة كظهر أمي أو كيدها أو رجلها وإن لم يكن لها يد أو رجل
أو نحو ذلك من الأعضاء الظاهرة أيضا، بخلاف الباطنة فيهما على المعتمد كالكبد
والطحال والقلب، وبخلاف ما لا يعد جزءا كاللبن والريق، وإما كناية كأنت كأمي أو
كعينها أو غيرها مما يذكر للكرامة كرأسها، فإن قصد الظهار كان ظهارا وإلا فلا.
المجموع للنووي ١٧ / ٤٣٤
: قال المصنّف رحمه الله: (وإن قال: أنتِ عليَّ كأمِّي أو مثْل أمي، لم
يكنْ ظهاراً إلا بالنيَّةِ، لأنه يحتملُ أنها كالأم في التحريمِ أو في الكرامةِ
فلم يُجْعَلْ ظهاراً من غير نيةٍ، كالكنايات في الطلاق
Kesimpulan dari berbagai refrensi di atas
:
Jika mengatakan "kau seperti
ibuku" tidak niat dhihar, maka tidak terjadi dhihar, namun bila ada niat dhihar,
maka terjadilah dhihar karena masuk dalam kategori Dhihar Kinayah.
Sedangkan panggilan suami ke istri dengan
panggilan "ibu / mama / ummi dan lain sebagainya" dengan tujuan
memuliakan atau memberi pelajaran kepada anak-anaknya dan sama sekali tidak ada
unsur penyerupaan kepada mahromnya maka tidak termasuk dhihar, hanya saja hal
tersebut dimakruhkan.
Wallahu A'lamu Bis Showab
Posting Komentar untuk "Hukum Istri Dipanggil Umi atau Ibu"