Bendera Merah Putih adalah
bendera bangsa Indonesia (diatur dalam UUD 1945 pasal 35) yang artinya bahwa
Bendera Merah Putih itu merupakan salah satu piranti persatuan dan kesatuan
bangsa dan negara Indonesia.
Perbuatan mencium Hajar Aswad dan
menghormati bendera/menciumnya, meskipun terjadi dalam peristiwa yang berbeda,
namun memiliki ‘‘illah’ yang sama yaitu menghormati, oleh karena itu bisa
berdampak hukum yang sama jika dilakukan dalam konteks penyimpangan aqidah
sehingga bisa jatuh dalam kemusyrikan. Di sinilah pentingnya meluruskan niat
dalam setiap perbuatan sesuai dengan karakteristiknya masing-masing, mana yang
aqidah, ibadah dan mu’amalah. Sesuai dengan kaidah fiqhiyah:
اَلْأُمُوْرُ بِمَقَاصِدِهَا
Artinya: “Setiap perkara tergantung
kepada maksud mengerjakannya.”
Tidak semua
penghormatan terhadap benda itu haram, buktinya dalam mazhab syafi'i berdiri
menyambut ulama hukumnya adalah sunnah, bukankah ulama juga benda, menghormati
mushaf (Alquran) hukumnya adalah wajib, bukankah mushaf juga benda, mengormati
tulisan hadits hukumya adalah wajib,
bukankah itu juga benda. Jadi tidak semua benda yang dihormati hukumnya haram, termasuk menghormati bendera dan mengangkat tangan pada waktu upacara tidak
termasuk penghormatan yang diharamkan. Penghormatan bendera adalah wasilah yang
menduduki hukum maqosid atau tujuan akhir yaitu cinta negeri.
Sehingga
tidak harus mencampurkan antara bidang mu’amalah dengan aqidah, sepanjang
niatnya semata-mata menghormati bendera sebagai satu piranti persatuan dan
kesatuan bangsa pararel dengan firman Allah kepada Malaikat untuk bersujud
kepada Adam.
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا
إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَىٰ وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ. البقرة، ٢: ٣٤
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami
berfirman kepada para malaikat: ‘sujudlah kamu kepada Adam’, maka sujudlah
mereka kecuali iblis; ia enggan dan takabur …” [QS. Al-Baqarah, 2: 34]
Sujud dalam ayat di atas adalah
menghormati Adam, bukanlah berarti sujud memperhambakan diri, karena sujud
memperhambakan itu hanyalah semata-mata kepada Allah.
Dalam buku berjudul Muqarraratus Syura
min 'Ulama Jombang (Keputusan Musyawarah Ulama Jombang) yang berisikan 50
masalah agama. Di antara masalah yang dijawab adalah soal hormat terhadap
bendera merah putih yang jamak dilakukan di zaman itu. "Menjawab tentang
hormat bendera Merah Putih, bagaimana hukum hormat bendera Merah Putih lambang
negara RI sebagaimana yang berlaku ketika upacara bendera merah putih
diadakan?" demikian pertayaan dalam buku tersebut. Kemudian diungkapkan jawabannya sebagai
berikut:
Mengingat bahwa bendera sang Merah Putih
sebagai lambang negara RI itu merupakan suatu anugerah Allah yang diberikan
kepada bangsa Indonesia, maka hukum menghormati bendera itu adalah boleh sebab
disamakan dengan diperbolehkannya mencium peti (tabut) yang diletakkan di atas
maqam para wali untuk diambil barokahnya.
Keterangan dari kitab: Hasyiah al-Bajury 'ala Syarh Ibn Qasim,
ويكره تقبيل القبر واستلامه،
ومثله التابوت الذي يجعل فوقه، وكذلك تقبيل الأعتاب عند الدخول لزيارة الأولياء إلا
إن قصد به التبرك بهم فلا يكره
Buku Muqarraratus Syura min 'Ulama
Jombang yang memuat jawaban tentang persoalan tersebut diterbitkan pada 15
April 1981 M atau 10 Jumadil Akhir 1401 H. Buku tersebut ditandatangani oleh
Ketua Musyawarah Ulama Jombang KH Mahfudz Anwar dan sekretarisnya H Abd Aziz
Masyhuri.
Posting Komentar untuk "Hukum Mencium Bendera Merah Putih"