Imam Membandel Peringatan Makmum
# PROBOLINGGO
Deskripsi Masalah :
Banyak sekali keuntungan yang dapat diambil dari sholat jama'ah. Selain keistimewaannya yang berupa pahala yang berlipat dari pada sholat sendirian. Berjama'ah juga dapat mempererat tali ukhuwah islamiyah. Tua, muda, pejabat atau rakyat, kaya maupun miskin, semua berkumpul menjadi satu hanya karena sebuah alasan, yaitu berjama'ah.
Namun terkadang 'kerusuhan pun' juga bisa timbul dalam sholat jama'ah. Seperti halnya Realita disebuah desa Sido Rukun. Peristiwa ini terjadi pada saat warga desa sedang melaksanakan shalat dzuhur berjamaah. Pada saat rakaat kedua, ketika imam hendak berdiri dari sujudnya, sebagian makmum membaca subhanalloh untuk mengingatkan. Karena imam belum duduk tasyahud awal. Akan tetapi, imam tetap teguh dengan pendiriannya untuk berdiri. Imam ngotot berdiri.
Pada rakaat ke tiga, setelah selesai sujud imam malah duduk tasyahud awal. Lagi-lagi sebagian makmum mengingatkan kembali dengan bacaan subhanalloh. Imam inipun tetap memang bandel,. Dia mungkin tetap percaya bahwa yang dilaksanakannya benar. Ternyata ia tetap tak bergeming dan melanjutkan duduknya. Akhirnya setelah shalat seluruh jama'ah geger.
Pertanyaan :
a. Sebenarnya, bagaimana hukum imam mematuhi peringatan makmum?(Pertanyaan dari Panitia FMP3)
Jawaban :
Pada dasarnya imam harus berpijak pada keyakinannya sendiri, dan keyakinan itu bisa dihasilkan dengan beberapa hal diantaranya ingat bahwa dirinya salah atau adad mutawatir (bilangan orang yang tidak mungkin sepakat salah).
Dengan catatan :
Dalam menstatuskan adad tawatur (jumlah seseorang yang diyakini kebenarannya) sebagai pijakan yakin terdapat perbedaan pendapat :
- Menurut pendapat dari Ibn Hajar, adad tawatur dapat menjadi pijakan baik berupa perbuatan atau ucapan.
- Menurut pendapat dari Imam Ramli adad tawatur yang bisa menjadi pijakan hanya bila beriupa ucapan.
- Menurut pendapat dari Ibn Qasim standarnya adalah yang bisa menghasilkan yakin baik ucapan maupun perbuatan.
- Menurut sebagian ashab adad tawatur tidak dapat dijadikan pijakan untuk menghasilkan yakin dalam persoalan ini.
Referensi
- Al-Majmu’, juz IV, hal 239
- Al-Bujaromi ‘Ala Al-Khotib , juz I, hal 14
- Jika sang imam tidak duduk sama sekali maka makmumpun tidak boleh duduk untuk membaca tasyahud awal dan harus mengikuti imam berdiri kecuali bila niat mufaraqah (memisahkan diri dari jama'ah). Dalam persoalan ini mufaraqah lebih baik. Jika makmum duduk sebentar seukuran duduk istirahat kemudian berdiri mengikuti imam maka menurut pendapat Ibn Hajar tidak membatalkan, sedang menurut pendapat Imam Ali Syabramalisi membatalkan shalat bila diniati duduk tasyahud.
- Jika sang imam melakukan duduk istirahat. Maka menurut Ibn Hajar makmum diperbolehkan untuk membaca tasyahud. Sedangkan menurut pendapat Imam Ramli dan Imam Khathib as-Syirbini tidak diperbolehkan.
- Menurut pendapat Imam Ramli Kabir, makmum wajib mufaraqah.
- Menurut pendapat Imam Ibnu Qasim al-'Abbadi makmum boleh memilih antara mufaraqah atau menunggu sambil berdiri.
- Menurut pendapat Imam Halabi makmum diperbolehkan menunggu sambil berdiri namun yang lebih baik yaitu mufaraqah.
- Sedangkan menurut Imam Ibn Hajar dalam Fatawi, makmum juga boleh untuk ikut membaca tasyahud apabila tidak benar-benar mengetahui imam telah keliru. Sementara gambaran makmum mengetahui imam keliru yaitu makmum benar-benar yakin bahwa saat itu rakaat yang dilakukan adalah rakaat ketiga.
- I’anatuth Thalibin, juz I, hal 200
- Fathul Mu’in, juz, II, hal 31-32
- Syarwani, juz II, hal 189
- Bughyatul mustarsyidin, hal 115
- Al-Fatawi al-Fiqhiyah al-Kubro, juz I, hal 178-179
- Al-Jamal , juz I, hal 459
- Nihayah al-Muhtaj, juz I, hal 212
KEPUTUSAN BAHTSUL MASA`IL FMP3
(Forum Bahtsul Masa`il Pondok Pesantren Putri Se-Jawa Madura)
Ke-XIV. Di Pondok Pesantren Putri Zainul Hasan Genggong Pajarakan Probolinggo
11-12 Mei 2011 M / 7-8 J. Akhir 1432 H. (Komisi C)
Baca Juga
Posting Komentar untuk "Imam Yang Tidak Patuhi Peringatan Makmum"