Status Pemberian Saat Pesta atau Hajatan Dalam Hukum Islam

Disuatu daerah ketika mengadakan acara seperti Walimah 'Ursy atau pesta pernikahan, Khitanan atau sunatan dan lain-lain. Umumnya para kerabat ,tetangga dan teman diundang untuk menghadiri acara tersebut. Dan mereka yang hadir dalam acara tersebut biasanya sambil membawa semacam hadiah baik berupa uang, jajan, kue dan lain sebagainya. Yang semua itu akan diberikan pada yang punya acara atau shahibu al-hajat. Begitu juga ketika orang lain yang pernah diundang akan mengadakan acara, maka ia akan mengundang juga. Dan begitu seterusnya. 
Status Pemberian Saat Pesta atau Hajatan Dalam Hukum Islam dan menurut pandangan fikih fiqih
Baca Juga 
20 Tanya jawab Fikih Pemberian
Pertanyaan
Apakah wajib membalas sumbangan atau pemberian ketika orang yang pernah diundang itu mengadakan suatu acara dalam hukum Islam?
Jawab: Secara mendasar yang namanya pemberian itu adalah tidak wajib untuk dibalas. Namun jika ada indikasi kuat atau motif diluar koridor hadiah, seperti hadiah tersebut sudah mentradisi (kebiasaan) dikalangan masyarakat untuk dikembalikan lagi (hutang), maka wajib dikembalikan.

Referensi:

&الفتاوى الفقهية الكبرى  الجزء 3  صحـ : 373  مكتبة الإسلامية

( وَسُئِلَ ) نَفَعَ اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى بِهِ عَمَّا اُعْتِيدَ مِنْ إهْدَاءِ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ لِلثَّوَابِ بِأَنْ يُمْلا ظَرْفَ الْهَدِيَّة وَيُرَدَّ وَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ وَقَعَ الْعَتَبُ وَالذَّمُّ هَلْ يَحِلُّ تَنَاوُلُهُ أَوْ لا ( فَأَجَابَ ) بِقَوْلِهِ مَذْهَبُنَا أَنَّ الْهِبَةَ بِقَصْدِ الثَّوَابِ يُوجِبُهُ وَكَذَلِكَ هِبَةُ الأَدْنَى لِلأَعْلَى وَإِنْ اُعْتِيدَ أَنَّهَا لا تَكُونُ إلا لِطَلَبِ الْمُقَابَلَةِ وَالْهَدِيَّةِ كَالْهِبَةِ فِي ذَلِكَ وَحِينَئِذٍ فَلا عَمَلَ بِتِلْكَ الْعَادَةِ .هَذَا بِالنِّسْبَةِ لِلأَحْكَامِ الظَّاهِرَةِ أَمَّا بِالنِّسْبَةِ لِمَنْ عَلِمَ أَوْ غَلَبَ عَلَى ظَنِّهِ مِنْ الْمُهْدِي أَوْ الْوَاهِبِ بِقَرَائِنِ أَحْوَالِهِ أَنَّهُ لَمْ يُهْدِ أَوْ يَهَبْ إلا لِطَلَبِ مُقَابِلٍ فَلا يَحِلُّ لَهُ أَكْلُ شَيْءٍ مِنْ هَدِيَّتِهِ أَوْ هِبَتِهِ إلا إنْ قَابَلَهُ بِمَا يَعْلَمُ أَوْ يَظُنُّ أَنَّهُ رَضِيَ بِهِ فِي مُقَابَلَةِ مَا أَعْطَاهُ وَقَدْ صَرَّحَ الأَئِمَّةُ فِي الْمُهْدِي حَيَاءً وَلَوْلا الْحَيَاءُ لَمَا أَهْدَى أَوْ خَوْفَ الْمَذَمَّةِ وَلَوْلا خَوْفُهَا لَمَا أَهْدَى بِأَنَّهُ يَحْرُمُ أَكْلُ هَدِيَّتِهِ لأَنَّهُ لَمْ يَسْمَح بِهَا فِي الْحَقِيقَةِ وَكُلُّ مَا قَامَتْ الْقَرِينَةُ الظَّاهِرَةُ عَلَى أَنَّ مَالِكَهُ لا يَسْمَحُ بِهِ لا يَحِلُّ تَنَاوُلُهُ وَقَدْ ذَكَرُوا فِي بَابِ الضِّيَافَةِ مِنْ ذَلِكَ فُرُوعًا لا تَخْفَى اهـ


Posting Komentar untuk " Status Pemberian Saat Pesta atau Hajatan Dalam Hukum Islam"