Pertanyaan :
Bagaimana hukum
merayakan natal jika itu tuntutan pekerjaan?
Misal: kita kerja
di swalayan dan lain sebagainya, pastilah ada perayaan natal mulai dari suasana
bahkan sampai atribut yang kita pakai, apakah kita sebagai muslim tetap
berdosa, walaupun itu tuntutan pekerjaan?
Dan jika tidak
menurut pasti akan dikeuarkan dari swalayan tersebut.
Terimakasih
Jawaban :
Wa'alaikumsalam wr
wb.
Pada dasarnya
hukum seorang muslim yang bekerja kepada non muslim menurut pendapat yang
paling shahih pada madzhab Syafi’i adalah boleh, sedang madzhab Hanbali sepakat
membolehkannya.
Mu'amalah dengan
orang kafir hukumnya boleh disertai makruh selama hanya bekerjasama. Namun jika
khidmah maka hukumnya HARAM.
1. MADZHAB SYAFI’I
:
اعانة الطالبين ٣ / ١٢٩
يصح استئجار كافر لمسلم، ولو إجارة عين، مع الكراهة، لكن لا يُمكّن
من استخدامه مطلقا، لانه لا يجوز خدمه المسلم للكافر أبدا.
نهاية المحتاج ٢٣٣
اسْتِئْجَارُ كَافِرٍ لِمُسْلِمٍ وَلَوْ إجَارَةَ عَيْنٍ صَحِيحٍ
لَكِنَّهَا مَكْرُوهَةٌ ، وَمِنْ ثَمَّ أُجْبِرَ فِيهَا عَلَى إيجَارِهِ
لِمُسْلِمٍ وَإِيجَارِ سَفِيهٍ نَفْسَهُ لِمَا لَا يَقْصِدُ مِنْ عَمَلِهِ
كَالْحَجِّ لِجَوَازِ تَبَرُّعِهِ بِهِ .
روضة الطالبين ١ / ٤٠٣
يَجُوزُ أَنْ يَسْتَأْجِرَ الْكَافِرُ مُسْلِمًا عَلَى عَمَلٍ فِي
الذِّمَّةِ، كَدَيْنٍ فِي ذِمَّتِهِ. وَيَجُوزُ أَنْ يَسْتَأْجِرَهُ بِعَيْنِهِ
عَلَى الْأَصَحِّ، حُرًّا كَانَ أَوْ عَبْدًا.
فَعَلَى هَذَا، هَلْ يُؤْمَرُ بِإِزَالَةِ مِلْكِهِ عَنِ
الْمَنَافِعِ، بِأَنْ يُؤَجِّرَهُ مُسْلِمًا؟ وَجْهَانِ. قَطَعَ الشَّيْخُ أَبُو
حَامِدٍ: بِأَنَّهُ يُؤْمَرُ. قُلْتُ: وَإِذَا صَحَّحْنَا إِجَارَةَ عَيْنِهِ،
فَهِيَ مَكْرُوهَةٌ، نَصَّ عَلَيْهِ الشَّافِعِيُّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -.
وَاللَّهُ أَعْلَمُ
“Diperbolehkan non
muslim menyewa orang muslim untuk mengerjakan sesuatu yang masih ada dalam
tanggungan (masih akan dikerjakan kemudian) sebagaimana orang muslim boleh
membeli sesuatu dari orang non muslim dengan bayaran yang masih ada dalam tanggungan
(hutang), dan diperbolehkan orang muslim boleh menyewakan dirinya
(tubuh/tenaganya) kepada orang non muslim menurut pendapat yang paling shahih
baik ia merdeka atau sahaya”.
المجموع ٩ / ٣٥٩
قال أصحانبا يَجُوزُ أَنْ يَسْتَأْجِرَ الْكَافِرُ مُسْلِمًا عَلَى
عَمَلٍ فِي الذِّمَّةِ بِلَا خِلَافٍ كَمَا يَجُوزُ لِلْمُسْلِمِ أَنْ يَشْتَرِيَ
مِنْهُ شَيْئًا بِثَمَنٍ فِي الذِّمَّةِ. وَهَلْ يَجُوزُ لِلْمُسْلِمِ أَنْ
يُؤَجِّرَ نَفْسَهُ لِكَافِرٍ إجَارَةً عَلَى عَيْنِهِ فِيهِ طَرِيقَانِ
مَشْهُورَانِ ذَكَرَهُمَا الْمُصَنِّفُ فِي أَوَّلِ كِتَابِ الْإِجَارَةِ
(أَصَحُّهُمَا) الْجَوَازُ (وَالثَّانِي) عَلَى قَوْلَيْنِ وَبَعْضُهُمْ
يَحْكِيهِمَا وَجْهَيْنِ وَاتَّفَقُوا عَلَى أَنَّ الْأَصَحَّ الْجَوَازُ سَوَاءٌ
كَانَ الْمُسْلِمُ حُرًّا أَوْ عَبْدًا إلَّا الْجُرْجَانِيَّ فَصَحَّحَ الْبَيْعَ
وَالْمَذْهَبُ الْجَوَازُ لَكِنَّ نَصَّ الشَّافِعِيِّ وَالْأَصْحَابِ عَلَى
أَنَّهُ يُكْرَهُ ذَلِكَ. فَإِذَا صَحَّحْنَاهَا فَهَلْ يُؤْمَرُ بازالة ملكه عن
المنافع بأن يؤجره مُسْلِمًا فِيهِ وَجْهَانِ حَكَاهُمَا إمَامُ الْحَرَمَيْنِ
وَآخَرُونَ (أَصَحُّهُمَا) يُؤْمَرُ وَبِهِ قَطَعَ الشَّيْخُ أَبُو حَامِدٍ
“Para pengikut
imam Syafi’i berpendapat bahwa orang non muslim boleh menyewa orang muslim
untuk mengerjakan sesuatu yang masih ada dalam tanggungan (masih akan
dikerjakan kemudian) sebagaimana orang muslim boleh membeli sesuatu dari orang
non muslim dengan bayaran yang masih ada dalam tanggungan (hutang). Tentang
kebolehan sewa menyewa ini, tidak ada seorangpun yang berbeda pendapat.
Lantas apakah
orang muslim boleh menyewakan dirinya (tubuh/tenaganya) kepada orang non
muslim?
Dalam permasalah
ini ada dua pendapat yang masyhur. Kedua pendapat itu disebutkan oleh mushannif
di awal kitab Ijârah. Akan tetapi, pendapat yang paling shahih adalah pendapat
yang mengatakan boleh".
2. MADZHAB HANBALI
:
المغني على القدامة ٨ / ٤٩٥
( 3181 ) فَصْلٌ : وَلَوْ أَجَّرَ
مُسْلِمٌ نَفْسَهُ لِذِمِّيِّ ، لِعَمَلٍ فِي ذِمَّتِهِ ، صَحَّ ؛ { لِأَنَّ
عَلِيًّا ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَجَرَ نَفْسَهُ مِنْ يَهُودِيٍّ ، يَسْتَقِي
لَهُ كُلَّ دَلْوٍ بِتَمْرَةٍ ، وَأَتَى بِذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَكَلَهُ} وَفَعَلَ ذَلِكَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ ،
وَأَتَى بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يُنْكِرْهُ
.وَلِأَنَّهُ لَا صَغَارَ عَلَيْهِ فِي ذَلِكَ .وَإِنْ اسْتَأْجَرَهُ فِي مُدَّةٍ
، كَيَوْمٍ ، أَوْ شَهْرٍ فَفِيهِ وَجْهَانِ ؛ أَحَدُهُمَا ، لَا يَصِحُّ ؛
لِأَنَّ فِيهِ اسْتِيلَاءً عَلَيْهِ ، وَصَغَارًا ، أَشْبَهَ الشِّرَاءَ
.وَالثَّانِي ، يَصِحُّ .وَهُوَ أَوْلَى ؛ لِأَنَّ ذَلِكَ عَمَلٌ فِي مُقَابَلَةِ
عِوَضٍ ، أَشْبَهَ الْعَمَلَ فِي ذِمَّتِهِ ، وَلَا يُشْبِهُ الْمِلْكَ ؛ لِأَنَّ
الْمِلْكَ يَقْتَضِي سُلْطَانًا ، وَاسْتِدَامَةً ، وَتَصَرُّفًا بِأَنْوَاعِ
التَّصَرُّفَاتِ فِي رَقَبَتِهِ ، بِخِلَافِ الْإِجَارَةِ .
"Seandainya
orang muslim mempekerjakan dirinya pada kafir dzimmi untuk mengerjakan sesuatu,
maka akad sewa menyewa tersebut sah. Karena sayyidina Ali ra. pernah menyewakan
dirinya pada orang yahudi untuk menyiram ladang milik yahudi tersebut dengan
upah setiap satu timba air digaji dengan sebuah kurma. Kemudian sayyidina Ali
memberikan kurma tersebut pada nabi dan dimakan oleh Nabi. Perbuatan sayyidina
Ali tersebut ditiru oleh seorang laki-laki dari golongan Anshar dan memberikan
kurma yang didapatnya pada nabi. Nabipun tidak pernah mengingkari perbuatan
tersebut.
Alasan selanjutnya
adalah karena tidak ada unsur penghinaan pada orang muslim dalam akad ijarah
tersebut. Akan tetapi, bila orang non muslim menyewa orang muslim untuk suatu
masa tertentu, misalnya satu hari atau sebulan, maka dalam hal ini ada dua
pendapat.
Pendapat pertama
mengatakan bahwa akad tersebut tidak sah karena mengandung unsur penguasaan dan
penghinaan terhadap orang muslim. Ketentuan ini sama dengan menjual budak
muslim pada orang non muslim. Pendapat kedua mengatakan akad tersebut sah.
Pendapat kedua inilah
yang paling sahih karena ijârah merupakan suatu pekerjaan yang diimbangi dengan
bayaran (upah) sehingga menyerupai perjanjian untuk bekerja, tidak sama dengan
kepemilikan (dalam budak yang diperjualbelikan), karena kepemilikan
mengakibatkan adanya penguasaan, kepemilikan untuk selamanya, serta pemanfaatan
secara bebas. Hal ini berbeda dengan ijârah".
Refrensi keharaman
khidmah kepada non muslim :
القليوبي ٤٥٥
وَأَمَّا خِدْمَةُ الْمُسْلِمِ لِلْكَافِرِ فَحَرَامٌ مُطْلَقًا
سَوَاءٌ بِعَقْدٍ أَوْ بِغَيْرِ عَقْدٍ
Sedangkan untuk
permasalahan diatas (karyawan yang bekerja di swalayan yang dituntut untuk
menyemarakkan natal, dan jika tidak ikut menyemarakkan maka dikeluarkan dari
pekerjaannya) bisa disamakan pada kasus seseorang yang bertugas sebagai
cleaning servis / tukang sapu di gereja.
Menurut
Syafi'iyyah bagi orang muslim bekerja sebagai cleaning servis gereja hukumnya
haram (namun tidak sampai menyebabkan kufur, selama hatinya
mengingkarinya karena tuntutan sebuah pekerjaan).
Sedangkan menurut
Hanafiyah hukumnya boleh kalau hanya memang mengharapkan gajinya.
تحفة المحتاج في شرح المنهاج الجزء 6 صحـ : 247 مكتبة دار إحياء
التراث العربي
)قَوْلُهُ نَحْوِ الْكَنَائِسِ ) صَرِيحُ مَا ذُكِرَ أَنَّ هَذَا إذَا
صَدَرَ مِنْ مُسْلِمٍ يَكُونُ مَعْصِيَةً فَقَطْ وَلاَ يَكْفُرُ بِهِ وَهُوَ
ظَاهِرٌ ِلأَنَّ غَايَتَهُ أَنَّهُ فَعَلَ أَمْرًا مُحَرَّمًا لاَ يَتَضَمَّنُ
قَطْعَ اْلإِسْلاَمِ لَكِنْ نُقِلَ بِالدَّرْسِ عَنْ شَيْخِنَا الشَّوْبَرِيِّ
أَنَّ عِمَارَةَ الْكَنِيسَةِ مِنْ الْمُسْلِمِ كُفْرٌ ِلأَنَّ ذَلِكَ تَعْظِيمٌ
لِغَيْرِ اْلإِسْلاَمِ وَفِيْهِ مَا لاَ يَخْفَى ِلأَنَّا لاَ نُسَلِّمُ أَنَّ
ذَلِكَ فِيْهِ تَعْظِيمُ غَيْرِ اْلإِسْلاَمِ مَعَ إنْكَارِهِ فِي نَفْسِهِ
وَبِتَسْلِيمِهِ فَمُجَرَّدُ تَعْظِيمِهِ مَعَ اعْتِقَادِ حَقِّيَّةَ اْلإِسْلاَمِ
لاَ يَضُرُّ لِجَوَازِ كَوْنِ التَّعْظِيمِ لِضَرُورَةٍ فَهُوَ تَعْظِيمٌ
ظَاهِرِيٌّ لاَ حَقِيقِيٌّ اهـ ع ش أَقُولُ اْلأَقْرَبُ مَا نُقِلَ عَنْ
الشَّوْبَرِيِّ مِنْ الْكُفْرِ فِي ظَاهِرِ الشَّرْعِ إلاَ أَنْ يُقَارَنَ
فِعْلُهُ بِنَحْوِ ضَرُورَةٍ اهـ
البحر الرائق الجزء الثامن صحـ : 231 مكتبة دار الكتاب الإسلامي
(حنفي)
قَالَ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى ( وَحَمْلُ خَمْرِ الذِّمِّيِّ
بِأَجْرٍ ) يَعْنِي جَازَ ذَلِكَ وَهَذَا عِنْدَ اْلإِمَامِ وَقَالاَ يُكْرَهُ
ِلأَنَّهُ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ { لَعَنَ فِي الْخَمْرِ عَشَرَةً
وَعَدَّ مِنْهَا حَامِلَهَا } وَلَهُ أَنَّ اْلإِجَارَةَ عَلَى الْحَمْلِ وَهُوَ
لَيْسَ بِمَعْصِيَةٍ وَإِنَّمَا الْمَعْصِيَةُ بِفِعْلِ فَاعِلٍ مُخْتَارٍ فَصَارَ
كَمَنْ اسْتَأْجَرَهُ لِعَصْرِ خَمْرِ الْعِنَبِ وَقَطْفِهِ وَالْحَدِيثُ يُحْمَلُ
عَلَى الْحَمْلِ الْمَقْرُونِ بِقَصْدِ الْمَعْصِيَةِ وَعَلَى هَذَا الْخِلاَفِ
إذَا أَجَّرَ دَابَّةً لِيَحْمِلَ عَلَيْهَا الْخَمْرَ أَوْ نَفْسَهُ لِيَرْعَى
لَهُ الْخَنَازِيرَ فَإِنَّهُ يَطِيبُ لَهُ اْلأَجْرُ عِنْدَهُ وَعِنْدَهُمَا
يُكْرَهُ وَفِي التَّتَارْخَانِيَّة وَلَوْ أَجَّرَ الْمُسْلِمُ نَفْسَهُ
لِذِمِّيٍّ لِيَعْمَلَ فِي الْكَنِيسَةِ فَلاَ بَأْسَ بِهِ وَفِي الذَّخِيرَةِ
إذَا دَخَلَ يَهُودِيٌّ الْحَمَّامَ هَلْ يُبَاحُ لِلْخَادِمِ الْمُسْلِمِ أَنْ
يَخْدُمَهُ قَالَ إنْ خَدَمَهُ طَمَعًا فِي فُلُوسِهِ فَلاَ بَأْسَ بِهِ وَإِنْ
خَدَمَهُ تَعْظِيمًا لَهُ يُنْظَرُ إنْ فَعَلَ ذَلِكَ لِيُمِيلَ قَلْبَهُ إلَى
اْلإِسْلاَمِ فَلاَ بَأْسَ بِهِ وَإِنْ فَعَلَهُ تَعْظِيمًا لَهُ كُرِهَ ذَلِكَ
وَعَلَى هَذَا إذَا دَخَلَ ذِمِّيٌّ عَلَى مُسْلِمٍ فَقَامَ لَهُ طَمَعًا فِي
إسْلاَمِهِ فَلاَ بَأْسَ بِهِ وَإِنْ قَامَ لَهُ تَعْظِيمًا لَهُ كُرِهَ لَهُ
ذَلِكَ اهـ
Kesimpulan :
1. Bekerja di non
muslim menurut pendapat shahih dalam kalangan syafi'iyyah adalah boleh,
dan menurut madzhab Hanbali adalah boleh secara muthlak.
2. Ikut merayakan
natal karena tuntutan pekerjaan menurut Syafiiyyah adalah haram yang tidak
sampai menyebabkan kufur dan menurut Hanafi hukumnya boleh selama bertujuan
mengharapkan upahnya saja.
Wallahu A'lam
Posting Komentar untuk "Hukum Bekerja Di Mall Memperingati Natal"