Dalam Istighotsah Kubro yang dilaksanakan di
Sidoarjo, pada hari Ahad, tanggal 28 Oktober 2018, Kiai Marzuki Mustamar
Gaungkan Shalawat Asyghil untuk Indonesia tetap aman dan tetap Ahlussunnah wal
Jama'ah.
Sebagai perwujudan tekad mencintai Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan NU, memperjuangkan Islam ala Ahlussunnah
Waljamaah di Nusantara hingga NKRI tetap utuh berdiri.
Berikut lafaz Shalawat Asyghil, yang semula
diajarkan Habib Ahmad Bin Umar al-Hinduan Ba’alawiy:
ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ
ﺻَﻞِّ ﻋَﻠﻰَ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ، ﻭَﺃَﺷْﻐِﻞِ ﺍﻟﻈَّﺎﻟِﻤِﻴﻦَ ﺑِﺎﻟﻈَّﺎﻟِﻤِﻴﻦَ
ﻭَﺃَﺧْﺮِﺟْﻨَﺎ
ﻣِﻦْ ﺑَﻴْﻨِﻬِﻢْ ﺳَﺎﻟِﻤِﻴﻦَ ﻭَﻋﻠَﻰ ﺍﻟِﻪِ ﻭَﺻَﺤْﺒِﻪِ ﺃَﺟْﻤَﻌِﻴﻦ
.
Allahumma shalli ‘alaa sayyidinaa Muhammadin
Wa asyghilizh zhaalimiina bizh-zhalimiina
Wa asyghilizh zhaalimiina bizh-zhalimiina
Wa akhrijnaa min baynihim saalimiin wa’alaa alihi
wa shahbihii ajma’in.
Artinya:
“ Ya Allah, berikanlah shalawat kepada pemimpin
kami Nabi Muhammad, dan sibukkanlah orang-orang zhalim agar mendapat kejahatan
dari orang zhalim lainnya.
Selamatkanlah kami dari kejahatan mereka.
Dan berikanlah shalawat kepada seluruh keluarga
dan para sahabat beliau.”
Sholawat ini menemukan momentum di kala kaum
muslimin sedang dalam suasana genting. Isi dan sejarah sholawat asyghil (sibuk)
akan kita cermati di bawah ini.
Konon Sholawat tersebut dipanjatkan oleh Imam
Ja’far ash-Shadiq (wafat 138 H), salah seorang tonggak keilmuan dan
spiritualitas Islam di awal masa keemasan umat Islam. Beliau hidup di akhir
masa Dinasti Umawiyyah dan awal era Abbasiyyah yang penuh intrik dan konflik
politik.
Bagi beliau, kekacauan politik tak boleh sampai
mengganggu proses pelestarian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Saat itu, ilmu pengobatan, geografi, astronomi,
kimia, sastra, mulai berkembang dan diminati. Maka di setiap Qunut, beliau
berdo'a sebagaimana do'a yang ada dalam redaksi Sholawat tersebut .
Sholawat ‘Asyghil’ ini juga dikenal dengan
sebutan Sholawat ‘Habib Ahmad bin Umar al-Hinduan Baalawy’ (wafat 1122 H).
Dikarenakan sholawat ini tercantum di dalam kitab kumpulan sholawat beliau,
‘al-Kawakib al-Mudhi’ah Fi Dzikr al-Shalah Ala Khair al-Bariyyah’. Namun beliau
hanya mencantumkan, bukan mengarang redaksinya.
Dan silsilah hingga kepada Beliau sebagai
berikut:
Sulthān al-'Ulamā' al-Habīb Sālim ibn 'Abdullāh
ibn 'Umar al-Syāthirī al-Tarīmī,
Dari al-'Allāmah al-Sayyid Musthafā ibn Ahmad
al-Muhdhār,
Dari al-Imām al-Akbar al-'Ārif al-Asyhar
al-Sayyid 'Aidrūs ibn 'Umar ibn 'Aidrūs al-Habsyī,
Dari al-'Allāmah al-Musnid al-Syaikh 'Abdullāh
ibn Ahmad Bāsūdān al-Hadhramī,
Dari al-Sayyid al-Imām Hāmid ibn 'Umar Hāmid
Bā'alawī al-Tarīmī,
Dari al-Imām Ahmad ibn 'Umar al-Hindwān
Sholawat ini pertama kalinya dipopulerkan di
Indonesia melalui pemancar radio milik Yayasan Pesantren As-Syafi’iyyah yang
diasuh ulama besar Betawi, almarhum KH Abdullah Syafi’i (wafat 1406 H).
Sholawat ini dibawakan dengan nagham (nada) yang sangat menyentuh hati, indah
didengar dan terasa sejuk di hati pembaca dan pendengarnya.
Hikmahnya, seolah ummat Islam tengah difilter dan
diuji keimanannya. Rasa iman yang masih ada mendorong untuk melakukan
“perlawanan” dalam setiap kezaliman.
Salah satu senjata yang diandalkan oleh kaum
muslimin adalah doa. Jangan remehkan doa kaum muslimin yang terzalimi ditambah
lagi dengan sholawat nabi, menuntut Sang Pencipta untuk segera mengabulkannya.
Kuperhatikan, tak lama beredarnya anjuran untuk
sholawat asyghil, tokoh-tokoh yang selama ini getol ingin menyerang islam
(islamophobia), selalu sibuk dengan aib-aibnya yang terbuka. Makar (konspirasi)
untuk merusak dan memecah kekuatan kaum muslimin, langsung dibalas dengan tunai
oleh Allah, dalam sebuah kegagalan konspirasi mereka.
Metode belah bambu, dengan meninggikan satu
kelompok muslim dan menginjak kelompok muslim yang lain, selalu berakibat
dengan terbongkarnya aib sang tokoh yang ditinggikan. Bahkan tak sedikit,
followenya mulai cerdas dan meninggalkan pemimpin yang mulai asyik dengan
godaan dunia. Bagi tokoh-tokoh yang “diinjak” selalu mendapat pembelaan ummat
dan semakin harum dengan keikhlasannya dalam dakwah Islam. Ummat semakin tahu
mana yang dakwah kepada islam dan sebaliknya.
*****
Marilah kita bantu kaum muslim yang tengah
terdalimi. Kita amalkan sholawat ini, dan ketika membaca doa yang ditengahnya
maka bayangkanlah wajah-wajah pelaku kezaliman tersebut. Insyaallah, perhatikan
tak lama maka kita bisa saksikan ornag-orang tersebut saliang bertikai dengan
masalah-masalahnya sendiri saling menuding terlibat korupsi. Saling menuding menjadi
pembohong dan ada saja masalah-masalah diantara mereka.
Ada juga yang menyebutnya dengan nama Sholawat
Zhalimin, Sholawat Salimin, Sholawat Sibuk, Shalawat Mlipir, dan lain-lain.
Pada satu kesempatan Prof. K.H. Ali Yafie pernah
ditanya, apa yang beliau ketahui tentang Shoalawat ini. Menurut beliau, salawat
itulah yang digelorakan oleh Ulama-ulama Shūfī dunia Arab khususnya Iraq
tatkala Iraq diluluhlantakan oleh pasukan Mongol Hulagu Khan.
Sejarah mencatat, pada tahun 1258M, lebih dari
200 ribu tentara Mongol menyerbu Iraq serta menumbangkan kekuasaan Bani
Abbasiyyah, bahkan khalifahnya yaitu Al-Mus’tasim dipenggal kepalanya.
Mengerikan sekali. Bukan hanya istana yang
dihancurkan, tapi seluruh bangunan di Baghdad diratakan dengan tanah, seluruh warga
kota dibunuh, kecuali segelintir yang berhasil meloloskan diri, semua buku-buku
perpustakaan terbesar di dunia, dimusnahkan dan dibuang ke Sungai Tigris,
sampai-sampai air sungai berwarna hitam oleh tintanya.
Praktis pada masa itu Asia Tengah dikuasai Mongol
dan tentara Islam hancur. Di saat seperti itulah bangkit para pahlawan Tasawuf.
Mereka mengorganisir kelompok-kelompok gerilyawan dan bersama Pasukan Mameluk
dari Mesir, hingga berhasil membendung ekspansi Pasukan Mongol, bahkan untuk
pertama kalinya mengalahkan mereka dalam pertempuran dahsyat yang dikenal
sebagai Pertempuran Ain Jalut di Palestina pada 3 September 1260.
Sungguh Allah Maha Adil, Hulagu Khan yang
menghancurkan kekhalifahan Islam dan kemudian mendirikan Dinasti Ilkhan, sang
cucu Ahmad Teguder, yang menjadi raja ke-3 dinasti tersebut, justru memeluk
Islam, sayang sekali ia hanya berkuasa selama dua tahun (1282-1284) karena
dibunuh oleh saudaranya.
Alhamdulillah, Raja ke-7 yaitu Ghazan
(1295-1304), memeluk Islam menjadi Mahmud Ghazan. Mulai periode
kekuasaannyalah, posisi umat Islam kembali memperoleh keleluasaan, dan
peradaban Islam dibangun kembali meski harus mulai dari nol lagi.
Dalam masa-masa kritis seperti itu, tatkala
kekuatan militer secara formal tidak berfungsi, para pahlawan sufi tidak
berpangku tangan, tapi terjun langsung ke masyarakat mengorganisir serta
menggelorakan semangat juang sambil mengumandangkan shalawat ini.
Spirit dari redaksi Sholawat dan latar belakang
kisahnya "klop" dengan kondisi Indonesia dewasa ini, orang-orang
zhalim biarlah mereka bertarung dengan sesamanya, jangan sampai Umat dan para
Ulama menjadi korban mereka, seperti kata pepatah "Gajah Bertarung Sama
Gajah Pelanduk Mati Di Tengah-Tengah".
Qobiltu Ijazahnya
BalasHapus