Yang Datang Dan Yang Pergi

YANG DATANG DAN YANG PERGI

Oleh Kang Ide 

Apa jadinya jika cinta itu hanyalah sebuah khayalan. Tiada merasakan keindahan cinta sebenarnya semua berupa imajinasi semata. Haruskah ku mengakui bahwa cinta itu sebetulnya sekedar dimulut saja saat kukatakan padanya bahwa “aku mencintainya” tapi dalam hati ini adalah kebohongan saja. Rindu ku pun juga hanyalah kepalsuan saja, saat ku menjawab SMS si dia aku merindukannya setengah mati.

Pernikahan yang agung itu telah kukhianati sendiri, ayat-ayat cinta terlantun dalam perjanjian diri dengan sang Maha Perkasa. Entah, tak tahulah diri disaat hati gelisah tak menentu, disaat jiwa sudah lelah mengarungi lautan rumah tangga kala belum terdengar nyanyian dalam rumah seorang bayi mungil yang harusnya terlahir saat ini. Kegundahan makin memuncak, kesalahan masa lalu kian terdengar lagi dalam hati, kesabaran pun sudah mencair didada yang ada hanyalah menyalahkan siapa dan kepada siapa?

Sepuluh tahun sudah biduk ini kujalani dengan hati tak menentu mananti yang dinanti yang tak kunjung muncul dari dalam rahim si istri. Segala doa telah terpanjat, segala usaha sudah maksimal, tak jarang pula dokter, tabib bahkan dukun kudatangi demi mendengar tangisan mungil dirumah. Oh inikah yang dinamakan karma saat ku menjadi pemuda yang selalu menggilai setiap wanita dan sudah berapa puluh wanita yang jadi kekasih sesaat.

Kapankah kesabaran yang makin lama makin luluh ini akan bertahan. Kusalahkan istri yang seharusnya tak terjadi. “ kau mungkin punya penyakit dalam rahimmu, kau tahu sendiri keluargaku adalah keluarga subur sedangkan kau hanyalah anak tunggal mungkin ini keturunan dalam keluargamu”, kataku pada si istri dan diapun menjawab dengan tangisan sendu. “ atau mungkin ini adalah takdir bahwa kau tak punya anak, mungkin yang terbaik adalah kau dan aku berpisah saja” ide gila pun sudah tak beraturan dalam ucapan, makin pecahlah keheningan malam dengan tangisan istriku tiada kata-kata yang terucap dalam bibirnya yang ada hanyalah istiqfar dalam mulutnya. Jilbab putih tiba-tiba basah sudah oleh airmatanya.

Malam-malam kelabu kulalui dengan bisu dengan istri. Tanpa sengaja tengah malam itu kuterbangun dari tidur, tak kudapati dia disampingku. Di manakah dia, istri yang harusnya kujaga dan kukasihi atas janji diatas ayat-ayat suci. Akupun mencari kedalam kamar sebelah tak kutemukan dia lalu kumencari keberbagai macam sudut ruangan tak juga kudapati dia. Lalu kudekati lemari tempat dia melipat semua bajunya dan astaga hampir tak kudapati baju-bajunya didalam lemari ini, kesalahan dan kebodohan menghinggapi malam itu segera ku buka pintu mencari keluar pujaan hati mengapa setiap penyesalan selalu tiba disaat semua telah terjadi. Harusnya aku memberikan dia rasa kasih dan saying mengapa dan mengapa ini terjadi. Tuhan maafkan hambamu ini yang semena-mena terhadap sang istri.

Sebuah masjid kecil berdinding hijau, beralaskan karpet hijau pula terlihat remang-remang menyelimuti ruangan itu diterangi lampu kuning menambah heningnya suasana masjid tersebut tetapi disana ada tengah duduk seorang wanita dengan dzikirnya disampingnya nampak tas besar menandakan bahwa orang tersebut mau pergi keluar kota. Tangisnya pun meledak kebisuan malam itu makin menambah kesedihan hati , doa-doa kepasrahan terucap dalam keguncangan jiwa.

“ Ya illahi Rabbi, ijinkan hambamu malam ini

 Memasrahkan segala urusan duniawi ini

Hanya padamu hati ini berserah

Tiada daya atas segala takdir ini

          Biarlah semua berlalu bersama waktu

          Asalkan jangan Engkau yang berlalu

          Ampunilah hamba dan sang suami

          Tiada sabar menanti titipan-Mu

          Inilah upayaku dan tangisku

          Inilah segala doaku kepada-Mu

          Maka dengarlah rintihan hati ini

          Ya illahi rabbi, kabulkan doa hamba hina ini”

Setelah berdoa, sang istri itupun melantunkan ayat-ayat cinta nan suci terdengar mengalun sendu dan merdu disaat terdengar ayat-ayat berisi kepasrahan dan kebesaran sang Khalik diapun meneteskan airmata ketulusan dan kepasrahan. Disisi masjid kecil itupun airmataku pun jatuh berlinang mendengar doa dan alunan merdu sang istri tercinta. Betapa besar ternyata cintanya kepadaku dan terutama pada sang pemberi hidup. Kulangkahkan kaki ini kudekati dia dan kudekap erat didalam hati yang paling dalam. Oh inikah cinta sebenarnya dikala dua insan sudah memasrahkan segala urusannya hanya pada Allah semata. Tak terasa diriku yang laki-laki yang harusnya tak menangis harus tumpah juga dan kupeluk dia dalam kerinduan sesungguhnya. Dia pun tersenyum dalam tangisan memeluk erat-erat seakan-akan dia selalu mengharapkan aku disampingnya dan sebagai imamnya. Indah benar malam itu dan benar-benar ku rasakan cinta kepadanya.

Seminggu sudah kesabaran menghinggapi hari-hariku, pagi hari yang cerah pagi yang bersemangat tiba-tiba kudengar suara istriku muntah-muntah makin lama makin keras dan berkali-kali terlintas di pikiranku akan segera memiliki sang buah hati tapi ah kejadian hal serupa sudah kualami berkali-kali tapi hasilnya juga masih nihil ku hilangkan prasangka itu dan kutemui dia. Kupijat leher belakangnya dengan lembut dan diapun memegang tanganku dengan senyum manisnya dan berbisik, “ sayang, aku postif hamil”. Pikirpun serasa terbang keatas awan melayang-layang entah kemana menghampiri hati yang begitu dihujani rasa bahagia. Kukecup kening istriku berkali-kali dan akupun berlari-lari seperti anak kecil melompat-lompat ke setiap ruangan dan ingin kuteriakan kepada semua makhluk bumi tentang kebahagianku saat ini bahwa aku akan mempunyai anak. Sujud syukurpun kulakukan, tiada kata terindah terucap kecuali kata Alhamdulillah. Air mata pun pecah dalam kesyukuran terhadap sang maha mendengar Allah Swt.

          Sudah sembilan bulan kandungan istriku tinggal sembilan hari lagi aku akan mendapatkan hartaku yang sesunggunya diduniawi. Hati berdebar-debar menanti si kecil datang ke dunia. Semua peralatan dari pakaian sampai permainan dan peralatannya sudah tersiapkan semua. Dikamar tidur itu kulihat istriku tertidur lelap sekali dan kupandangi wajahnya dan perutnya yang sudah membuncit besar kudekati kucium perut itu lalu telingaku kudekatkan dan kudengar degup-degup cepat dan sesekali terdengar tendangan dari dalam. Senyumpun mengembang dan kudapati istri terbangun terlihat kecapekan diraut-raut wajahnya. “ saying, nanti jikalau si kecil mungil lahir aku mau kau belikan aku baju putih bersih agar terlihat menawan diri ku ini didepanmu.” Dengan ucapan manjanya lalu ku iyakan permintaannya itu. “ saying inikah yang dinamakan wanita sejati disaat aku memilki anak dan suami yang pengertian. Saying aku telah merasakan kebahagian yang kuimpikan selama ini. Terima kasih saying atas cintamu” dia mengecup pipi kananku dan tiba-tiba terdengar jerit kesakitan dari suaranya. Ambulan, kita perlu ambulan saying untuk mengantarkanmu ke rumah sakit, sabar ya  saying aku teleponkan dulu kataku dengan perasaan was-was dan kebingungan. 

Ambulan datang dan segera membawa istri dan aku melesat menuju ke rumah sakit. Hampir satu jam lebih aku menunggu diruang operasi tak kudengar suara jerit bayi. Rasa takut dan berharap serta kepasrahan larut dalam suasana. Ya Allah selamatkanlah istri dan anakku, ampunilah hamba ini jika selama ini melakukan kesalahan jerit dalam doa dihati. Tanganpun tak lupa dengan spontan berdzikir. Terdengarlah jerit tangis membahana diruangan itu dan sujud syukur pun kulakukan dengan khusyuk tak perduli orang-orang melihat diriku. Dan keluarlah dokter yang mengoperasi, dengan wajah lelah dokter itu berkata, “ kebahagian dan kesedihan itu hanya milik Allah tiada insane mampu merubah takdir yang terjadi” apa maksud dokter dengan berkata seperti itu”, sergahku dengan wajah penasaaran. Istri bapak telah berpulang dan selamat atas kelahiran putra bapak jawabnya dengan wajah melas. Kaki ini pun segera berlari menuju ruang operasi kudekati wajah istriku dengan penyesalan atas segala perbuatan bodoh selama aku belum memiliki anak. Kulihat wajahnya tersenyum seakan-akan dia adalah wanita syahidah dan paling berbahagia karena telah berhasil membahagiakan suaminya. Tangis dan tangis itulah yang kulakukan menciumi wajahnya yang wangi laksana kasturi. Kudekati suster tyang menggendong anakku yang saat itu menangis keras lalu kugendong dia, kudekatkan dia pada ibunya, subhanallah tiba-tiba tangisnya mereda dan senyum merekahpun menghinggapi bibirnya. 

Ku cium jenazah istriku yang terakhir kalinya dan apakah baju putih bersih itu yang dia katakana adalah pertanda kepergian terakhirnya. Ya Allah inikah yang dinamakan takdir hidup. Apa yang ada pasti tiada dan apa yang bahagia akan berduka dan apa yang datang pasti akan pergi. Selamat jalan istriku doa kan menyertaimu selalu. Semoga kau bahagia atas segala cita-cita yang kau idamkan selama ini ingin menjadi seorang syahidah sejati meskipun tanpa berperang. Ya Allah  jadikanlah aku orang-orang yang selalu sabar dalam menjalani hidup ini. Sungguh segala apa yang ada didalam bumi dan langit ini milikMu semata. Ku pandangi wajah putraku dan dia tersenyum manis, selamat datang wahai jundi tentara Allah jadilah engkau seorang yang sabar dan kuat dalam menjalani hidup ini. Sadarlah jikalau ujian dan cobaan datang segeralah bersabar. Iringan jenazah istriku berangkat menuju peristirahatan terakhir. Dan baru kusadari bahwa aku cinta kamu istriku disaat kau tiada disisiku.

Biarlah hari-hari sepi tanpamu

Biarlah wajahmu tersimpan dalam hatiku

Biarlah cinta kita hanya Tuhan yang tahu

          Rindu biarlah berbuah doa membiru

          Rindu biarlah ada dalam kenangan itu

          Rindu biarlah berlalu dalam waktu tapi bukan rinduku

                   Dan sungguh rindu dan cinta itu

                   Hanyalah milik-Nya semata

                   Cintailah dan rinduilah Dia

                   Dan itulah yang sesungguhnya

 HALAMAN
1 2 3 4 5

Posting Komentar untuk "Yang Datang Dan Yang Pergi"