PERTANYAAN :
Apakah seorang pria yang sejang junub atau
wanita yang sedang haid boleh, memotong kuku, memotong rambut atau
bersisir dan meninggalkan rambut yang sudah jatuh lepas darinya ataukah harus
disimpan dan disucikan bebarengan mandi disaat haidnya sudah berhenti ?
Baca Juga 70 artikel lebih tanya Jawab Fikih Wanita
JAWABAN :
Terdapat khilafiyyah diantara para ulama:
1. Seorang yang junub atau perempuan yang
haid sebaiknya tidak memotong kuku, rambut atau anggota tubuh yang lainnya.
Alasan dari haI ini dijelaskan oleh Imam al-Ghazali dan Abu Thalib al-Makky:
احياء علوم الدين ٢ / ٣٢٥
وَلَا يَنْبَغِي أَنْ
يَحْلِقَ أَوْ يُقَلِّمَ أَوْ يَسْتَحِدَّ أَوْ يُخْرِجَ دَمًا أَوْ يُبِيْنَ مِنْ
نَفْسِهِ جُزْءًا وَهُوَ جُنُبٌ إِذْ تُرَدُّ إِلَيْهِ سَائِرُ أَجْزَائِهِ فِي
اْلآخِرَةِ فَيَعُوْدُ جُنُباً وَيُقاَلُ إِنَّ كُلَّ شَعْرَةٍ تُطَالِبُهُ
بِجِناَبَتِهَا
"Tidak baik bagi seseorang mencukur
rambut, memotong kuku, mencukur bulu kemaluannya atau membuang sesuatu dari
badannya disaat dia sedang berjunub karena seluruh bagian tubuhnya akan
dikembalikan kepadanya di akhirat kelak dalam keadaan junub. Dikatakan bahwa
setiap rambut akan menuntutnya dengan sebab junub yang ada pada rambut
tersebut."
قوت القلوب ٢ / ٢٣٦
وَأَنَا أَكْرَهُ أَنْ
يَحْلِقَ الرَّجُلُ رَأْسَهُ أَوْ يُقَلِّمَ ظُفْرَهُ أَوْ يَسْتَحِدَّ أَوْ يَتَوَرَّى
وَيُخْرِجَ دَمًا وَهُوَ جُنُبٌ، فَإِنَّ الْعَبْدَ يُرَدُّ إِلَيْهِ جَمِيْعُ
شَعَرِهِ وَظُفْرِهِ وَدَمِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَمَا سَقَطَ مِنْهُ مِنْ
ذَلِكَ وَهُوَ جُنُبٌ رَجَع إِلَيْهِ جُنُباً. وَقِيْلَ: طَالَبَتْهُ كُلُّ
شَعْرَةٍ بِجَنَابَتِهَا
"Saya membenci seorang laki-laki
mencukur kepalanya atau memotong kukunya atau mencukur bulu kemaluannya atau
mengeluarkan darahnya dalam keadaan dia junub, karena seorang hamba akan
dikembalikan kepadanya seluruh rambutnya, kukunya dan darahnya besok pada hari kiamat.
Apa yang jatuh darinya dari hal-hal diatas dalam keadaan dia junub maka akan
kembali kepadanya dalam keadaan junub. Dikatakan setiap rambut akan menuntutnya
dengan sebab junub yang ada pada rambut tersebut."
Namun ulama lain tidak sependapat perihal
anggota tubuh dalam alasan tersebut. Imam al-Bujairimi, mengutip pendapat
al-Qalyubi, menjelaskan bahwa anggota tubuh yang dikembalikan padanya di hari
kiamat adalah anggota yang ada asli seperti halnya tangan yang terpotong, bukan
yang telah terpotong sebelumnya. Al-Madabighi menambahkan bahwa kuku, rambut,
dan semacamnya tidak dikembalikan menyatu dengan tubuh melainkan dikembalikan
dalam keadaan terpisah.
Refrensi :
الشرواني ١ / ٢٨٤
قَوْلُهُ تَعُوْدُ
إِلَيْهِ فِي الْآخِرَةِ ) هَذَا مَبْنِيٌّ عَلَى أَنَّ الْعَوْدَ لَيْسَ خَاصًّا
بِالْأَجْزَاءِ الْأَصْلِيَّةِ وَفِيْهِ خِلَافٌ ، وَقَالَ السَّعْدُ فِي شَرْحِ
الْعَقَائِدِ النَّسَفِيَّةِ الْمعَادُ إنَّمَا هُوَ الْأَجْزَاءُ الْأَصْلِيَّةُ
الْبَاقِيَةُ مِنْ أَوَّلِ الْعُمُرِ إلَى آخِرِهِ ع ش
عِبَارَةُ الْبُجَيْرَمِيِّ
فِيهِ نَظَرٌ ، لِأَنَّ الَّذِي يُرَدُّ إلَيْهِ مَا مَاتَ عَلَيْهِ لَا جَمِيعُ
أَظْفَارِهِ الَّتِي قَلَّمَهَا فِي عُمُرِهِ ، وَلَا شَعْرِهِ كَذَلِكَ
فَرَاجِعْهُ قليوبي
وَعِبَارَةُ الْمَدَابِغِي
قَوْلُهُ لِأَنَّ أَجْزَاءَهُ إلخ أَيْ الْأَصْلِيَّةُ فَقَطْ كَالْيَدِ
الْمَقْطُوعَةِ بِخِلَافِ نَحْوِ الشَّعْرِ وَالظُّفْرِ ، فَإِنَّهُ يَعُودُ
إلَيْهِ مُنْفَصِلًا عَنْ بَدَنِهِ لِتَبْكِيتِهِ أَيْ تَوْبِيخِهِ حَيْثُ أُمِرَ
بِأَنْ لَا يُزِيلَهُ حَالَةَ الْجَنَابَةِ أَوْ نَحْوِهَا
انتهت ا هـ .
"Ucapan Mushannif : anggota badan
kembali kepada orang tersebut di akherat. Ini adalah mengikuti pendapat bahwa
anggota tubuh yang kembali tidak tertentu anggota-anggota tubuh yang asli. Di
dalam hal ini ada khilafiyyah fiantara para ulama' : Berkata Imam Sa’ad didalam
Syarah al Aqa’id an Nasafiyyah: “Yang dikembalikan adalah anggota-anggota tubuh
yang asli yang masih ada mulai awal sampai dengan akhir umur. Namun imam
Al Bujairami mengomentari : Perlu dipertimbangkan dalam pendapat tersebut,
karena anggota tubuh yang dikembalikan adalah adalah anggota yang ada pada saat
dia meninggal dunia, bukan seluruh kuku yang dia potong selama masa hidupnya,
begitu juga bukan seluruh rambutnya. Coba cek kembali pendapat imam Al Qalyubi.
Ibarot al Madaabighi : Ucapan Mushannif
“Karena anggota-anggota tubuhnya…dst”
Maksudnya hanya anggota tubuh yang asli
seperti tangan yang terpotong. Berbeda semisal rambut dan kuku, kalau yang ini
akan kembali kepada orang tersebut secara terpisah dari tubuhnya sebagai
teguran untuknya, dia diperintah untuk tidak menghilangkannya disaat junub dan
sebagainya."
2. Terlepas dari khilafiyyah di atas, ada
ketegasan dari sebagian ulama' bahwa memotong rambut dan kuku bagi orang junub
atau wanita yang haid hukumnya adalah makruh. Jika dikerjakan tidak mendapat
dosa. Adapun yang wajib dicuci setelah haid berhenti adalah tempat potongan
rambut dan kuku bukan rambut dan kuku yang telah terpotong tadi, Sehingga kuku
atau rambut yang sudah terlepas dari badan tidak perlu dicuci.
Refrensi :
نهاية الزين ١ / ٣١
وَمَنْ لَزِمَهُ غُسْلٌ
يُسَنُّ لَهُ أَلَّا يُزِيْلَ شَيْئاً مِنْ بَدَنِهِ وَلَوْ دَمًا أَوْ شَعَرًا
أَوْ ظُفْرًا حَتَّى يَغْتَسِلَ لِأَنَّ كُلَّ جُزْءٍ يَعُوْدُ لَهُ فِي
اْلآخِرَةِ فَلَوْ أَزَالَهُ قَبْلَ الْغُسْلِ عَادَ عَلَيْهِ الْحَدَثُ
الْأَكْبَرُ تَبْكِيْتًا لِلشَّخْصِ
"Barang siapa yang wajib mandi maka
agar tidak menghilangkan satupun dari anggota badannya walaupun berupa darah
atau kuku sehingga mandi, karena semua anggota badan akan kembali kepadanya di
akherat. Jika dia menghilangkannya sebelum mandi maka hadats besar akan kembali
kepadanya sebagia teguran kepadanya."
اعانة الطالبين ١ / ٩١
وَ ) ثاَنِيْهِمَا (
تَعْمِيْمُ ) ظَاهِرُ ( بَدَنٍ حَتىَّ ) َاْلأَظْفاَرَ وَماَ تَحْتَهاَ وَ (
الشَّعْرَ ) ظَاهِرًا وَباَطِناً وَإِنْ كَثِفَ وَماَ ظَهَرَ مِنْ نَحْوِ مَنْبَتِ
شَعْرَةٍ زَالَتْ قَبْلَ غَسْلِهاَ
قوله: وما ظهر الخ) أي
وحتى ما ظهر إلخ. فهو معطوف على الأظفار أيضا. وقوله: من نحو منبت شعرة لعل نحو
ذلك هو منبت ظفر أزيل. (قوله: زالت) أي الشعرة. وقوله: قبل غسلها فإن زالت بعده لا
يجب غسله
"Syarat yang kedua yaitu meratakan
air pada seluruh anggota dzohir badan hingga kuku dan di bagian bawahnya,
rambut bagian luar dan dalam, yakni tempat tumbuhnya rambut yang telah lepas
sebelum mandi."
الشرواني ١ / ٨٤
أَنَّ الْأَجْزَاءَ
الْمُنْفَصِلَةَ قَبْلَ الْإِغْتِسَالِ لَا يَرْتَفِعُ جَنَابَتُهَا بِغُسْلِهَا
"Bahwasanya anggota tubuh yang
terpisah sebelum mandi, janabahnya tidak hilang dengan
memandikannya."
3. Ada juga ulama yang tidak menganggap
makruh.
Refrensi
فتح الباري ١ / ٣٤٦
وَقَالَ عَطَاءٌ :
يَحْتَجِمُ الْجُنُبُ ، وَيُقَلِّمُ أَظْفَارَهُ ، وَيَحْلِقُ رَأْسَهُ ، وَإِنْ
لَمْ يَتَوَضَّأْ . وَمَا حَكاهُ عَنْ عَطَاءٍ ، مَعْنَاهُ : أَنَّ
الْجُنُبَ لَا يُكْرَهُ لَهُ الْأَخْذُ مِنْ شَعَرِهِ وَظُفْرِهِ فِيْ حَالِ
جَنَابَتِهِ ، وَلَا أَنْ يُخْرِجَ دَمَهُ بِحِجَامَةٍ وَغَيْرِهَا
وَلَا نَعْلَمُ فِيْ هَذَا
خِلَافاً إِلَّا مَا ذَكَرَهُ بَعْضُ أَصْحَابِنَا وَهُوَ أَبُو الْفَرَجِ
الشَّيْرَازِيِّ ، أَنَّ الْجُنُبَ يُكْرَهُ لَهُ الْأَخْذُ مِنْ شَعَرِهِ
وَأَظْفَارِهِ
‘Atha berkata: “Orang junub berbekam,
,mencukur kepalanya walaupun tidak berwudhu”. Apa yang diceritakan dari ‘Atha
maknanya ialah bahwasanya orang junub tidak dimakruhkan memotong rambut dan
kukunya ketika dia junub, dan tidak makruh mengeluarkan darahnya dengan
berbekam atau lainnya. Kami tidak mengetahui adanya perbedaan dalam hal ini
keculai apa yang dituturkan sebagaian ash_hab kami yaitu Abul Faraj asy
Syairazi bahwasanya orang junub makruh memotong rambut dan kuku.
Dari beberapa pendapat diatas walaupun
terdapat beberapa versi pendapat para ulama', bagi kita untuk menghindari
memotong anggota badan dengan lebih berhati-hati walaupun sebenarnya ada juga
ulama' yang memperbolehkan.
Wallahu a'lam bis showab
Posting Komentar untuk "Memotong Rambut Dan Kuku Saat Junub Dan Haidl"