Menurut
ahli sunnah pahala, doa dan shodaqoh bisa sampai kepada orang yang sudah
meninggak dan dapat bermanfaat bagi mereka. Kalangan Ahlus sunnah berhujjah
dengan beberapa firman Allah SWT dan beberapa hadits shohih, diantaranya :
وَالَّذِيْنَ آمَنُوْا وَاتَّبَعْهُمْ
ذُرِّيَّتَهُمْ بِاِيْمَانٍ اَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا
اَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْئٍ كُلُّ إمْرِئٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِيْنٌ
(تاطور ٣١)
Dan
orang – orang yang beriman dan anak cucu mereka mengikuti dalam keimanan, kami
hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun
dari pahala amal mereka. Tiap – tiap manusia terpikat dengan apa yang
dikerjakannya. Allah juga berfirman :
أَبَائُكُمْ وَأَبْنَائُكُمْ
لَاتَدْرُوْنَ اَيُّهُمْ اَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا (النساء :١١)
Tentang
orang tuamu dan anak –anakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang
lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu.
Dalam
sebuah hadist shohih disebutkan:
عَنْ عَائِشَةَ اَنَّ رَجُلًا اَتَى
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ أُمِّيَ
افْتُلِتَتْ نَفْسَهَا وَلَمْ تُوْصِ وَاَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ
اَفَلَهَا اَجْرٌ اِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ (رواه مسلم ،١٦٧٢)
“Dan
‘Aisyah RA, “Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW, “Ibu saya meninggal
secara mendadak dan tidak sempat berwasiat. Saya menduga seandainya ia dapat
berwasiat, tentu ia akan bersedekah. Apakah ia akan mendapat pahala jika saya
bersedekah atas namanya?” Nabi menjawab, “Ya”.” (HR.Muslim, :1672).
Dalam
kitab Nail al Authar juz IV juga disebutkan sebuah hadits soheh yang berbunyi:
وَعَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ اَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ
اِنَّ أَبِي مَاتَ وَلَمْ يُوْصِ أَيَنْفَعُهُ اِنْ اَتَصَدَّقُ عَنْهُ؟ قَالَ
نَعَمْ، (رواه أحمد ومسلم والنساء وابن ماجه)
Dari
Abu Hurairah, ia meriwayatkan: Ada laki-laki datang kepada Nabi lalu ia
berkata: Ayahku telah meninggal dunia dan ia tidak berwasiat apa-apa. Apakah
saya bias memberikan manfaat kepadanya jika saya bersedekah atas namanya? Nabi
menjawab: Ya, dapat (HR. Ahmad, Muslim, Nasa’I, dan Ibnu Majah).
Hadits
tersebut diatas menegaskan bahwa pahala shodakoh itu sampai kepada ahli kubur.
Sementara di hadits shahih yang lain dijelaskan bahwa shodakoh tidak hanya
berupa harta benda saja, tapi juga dapat berwujud bacaan dzikir seperti kalimat
la illaha illallah,subhanallah,dan lain-lain sebagaimana disebutkan dalam
hadits shahih berikut ini:
عَنْ اَبِي دَرْأَنْ نَاسًا مِنْ
اَصْحَابِ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوْا لِلنَّبِي ص.م
يَارَسُوْلَ اللهِ ذَهَبَ اَهْلِ الدُّثُوْرِ بِالْاُجُوْرِ يُصَلُّوْنَ كَمَا
تُصَلَّى وَيَصُوْمُوْنَ كَمَا تَصُوْمُ وَيَتَصَدَّقُوْنَ بِفُضُوْلِ
اَمْوَالِهِمْ قَالَ اَوَ لَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللهُ لَكُمْ مَا تَصَدَّقُوْنَ
اِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيْحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلِّ تَكْبِيْرَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلِّ
تَحْمِيْدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلِّ تَهْلِيْلَةٍ صَدَقَةٌ (رواه مسبلم،١٦٧٤)
“Dari
Abu Dzarr RA,ada beberapa sahabat berkata kepada Nabi SAW,” Ya Rosulullah,
orang-oarng yang kaya bisa (beruntung) mendapatkan banyak pahala. (Padahal)
mereka shalat seperti kami shalat. Mereka berpuasa seperti kami berpuasa.
Mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka. Nabi SAW menjawab, “ Bukankah
Allah SWT telah menyediakan untukmu sesuatu yang dapat kamu sedekahkan?
Sesungguhnya setiap satu tasbih (yang kamu baca) adalah sedekah, setiap takbir
adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, dan setiap tahlil adalah
sedekah.” (HR. Muslim :1674 ).
Dalam
hadits lain disebutkan:
وَعَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنَّهُ قَالَ: تَصَدَّقُوْا عَلَى اَنْفُسِكُمْ وَعَلَى
اَمْوَاتِكُمْ وَلَوْ بِشُرْبَةِ مَاءٍ فَاِنْ لَمْ تَقْدِرُوْا عَلَى ذَالِكَ
فَبِأَيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللهِ تَعَالَى فَاِنْ لَمْ تَعْلَمُوْا شَيْئًا مِنَ
اْلقُرْآنِ فَادْعُوْا لَهُمْ بِالْمَغْفِرَةِ وَالرَّحْمَةِ فَاِنَّ اللهَ
وَعَدَكُمُ اْلاِجَابَةِ.
Sabda
Nabi: Bersedekahlah kalian untuk diri kalian dan orang-orang yang telah mati
dari keluarga kalian walau hanya air setejuk. Jika kalian tak mmampu dengan
itu, bersedekahlah dengan ayat-ayat suci al-Qur’an, berdoalah untuk mereka
dengan memintakan ampunan dan rahmat. Sungguh, Allh telah berjanji akan
mengabulkan doa kalian.
Adzarami
dan Nasa’i juga meriwayatkan hadis tentang tahlil dari Ibnu ‘Abbas RA.
قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَنْ اَعَانَ عَلَى مَيِّتٍ بِقِرَائَةٍ وَذِكْرٍ اِسْتَوْجَبَ اللهُ
لَهُ الْجَنَّةَ. (رواه الدارمى والنساء عن ابن عباس.)
Rasululloh
bersabda: Siapa menolong mayit dengan membacakan ayat-ayat al-Qur’an dan Zikir,
Alloh akan memastikan surga baginya.(HR.ad-Darimy dan Nasa’i dari Ibnu Abbas).
Hadis
diatas juga didukung oleh hadis Nabi yang diriwayatkan oleh ad-Daroqutni dari
Anas bin Malik:
رَوَى اَبُوْ بَكْرٍ النَحَادِ فِىْ
كِتَابِ السُّنَنِ عَنْ عَلِى بْنِ اَبِي طَالِبِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ مَرَّ بَيْنَ
اْلمَقَابِرِ فَقَرَأَ قُلْ هُوَ اللهُ اَحَدٌ اِحْدَى عَشْرَةَ مَرَّةً ثُمَّ
وَهَبَ اَجْرَهَا لِلْاَمْوَاتِ أُعْطِيَ مِنَ اْلاَجْرِ بِعَدَدِ اْلاَمْوَاتِ.
Diriwayatkan
oleh Abu Bakar an-Najjad dalam kitab Sunan bersumber dari Ali bin Abi Thalib,
ia mengatakan , Nabi bersabda: Siapa lewat diantara batu nisan, lalu membaca
surat al-Ikhlas 11 kali dan menghadiahkan pahalanya untuk yang meninggal maka
Alloh akan mengabulkannya.
Dalil-dalil
inilah yang dijadikan dasar oelh para ulama tentang sampainya pahala bacaan
al-Qur’an,tasbih, tahlil, shalawat yang dihadiahkan kepada orang yang meninggal
dunia. Begitu pula dengan sedekah dan amal baik lainnya. Bahkan Ibnu Taimiyah
mengatakan dalam kitab Fatawa-nya, “sesuai dengan kesepakatan para Imam bahwa
mayit dapat memperoleh manfaat dari semua ibadah, baik ibadah badaniyah seperti
shalat, puasa, membaca al-Qur’an, ataupun ibadah maliyah seperti sedekah dan
lain-lainnya. Hal yang sama juga berlaku bagi orang yang berdoa dan membaca
istighfar untuk mayit.”(Hukm al-Syari’ah al-Islamiyah fi Ma’tam al_Arba’in,hal
36).
Mengutip
dari kitab Syarh al-Kanz, Imam al-Syaukani juga mengatakan bahwa seseorang
boleh menghadiahkan pahala perbuatan yang ia kerjakan kepada orang lain, baik
berupa shalat, puasa, haji, shadaqah, bacaan al-Qur’an atau semua bentuk
perbuatan baik lainya, dan perbuatan baik tersebut sampai kepada mayit dan
memberi manfaat kepada mayit tersebut menurut ulama Ahlussunnah. (Nail
al-Awthar, Juz IV, hal. 142). Kaitannya dengan firman Alloh dalam Sura an-Najm
ayat 39 yang sering dijadikan sebagai dalail bagi orang yang mengatakan bahwa
do’a atau pahala yang tidak sampai kepada mayit yaitu:
وَاَنْ لَيْسَ لِلْاِنْسَانِ اِلَّا
مَا سَعَى (النجم: ٣٩)
“Dan
bahwa seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya.”(QS,an-Najm:39)
Berikut
ini beberapa penafsiran para ulama ahli tafsir mengenai ayat di atas:
1.
Syekh Sulaiman bin Umar Al-‘Ajili menjelaskan
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ هَذَا مَنْسُوْخُ الْحُكْمِ فِي هَذِهِ الشَّرِيْعَةِ أَيْ وَإِنَّمَا هُوَ
فِي صُحُفِ مُوْسَى وَاِبْرَاهِيْمَ عَلَيْهِمَا السَّلاَمِ بِقَوْلِهِ
“وَأَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِيَّتَهُمْ” فَأُدْخِلَ اْلأَبْنَاءُ فِي اْلجَنَّةِ
بِصَلَاحِ اْللأَبَاءِ. وَقَالَ عِكْرِمَةُ إِنَّ ذَلِكَ لِقَوْمِ إِبْرَاهِيْمَ
وَمُوْسَى عَلَيْهِمَا السَّلَامُ وَأَمَّا هَذِهِ اْلأُمَّةُ فَلَهُمْ مَا
سَعَوْا وَمَا سَعَى لَهُمُ غَيْرُهُمْ (الفتوحات الإلهية,٤.٢٣٦)
“Ibnu
Abbas berkata bahwa hukum ayat tersebut telah di-mansukh atau diganti dalam
syari’at Nabi Muhammad SAW. Hukumnya hanya berlaku dalam syari’at Nabi Ibrahim
AS dan Nabi Musa AS, kemudian untuk umat Nabi Muhammad SAW kandungan QS.
Al-Najm 39 tersebut dihapus dengan firman Allah SWT wa alhaqnaa bihim
dzurriyyatahum.. Ayat ini menyatakan bahwa seorang anak dapat masuk surga
karena amal baik ayahnya. Ikrimah mengatakan bahwa tidak sampainya pahala (yang
dihadiahkan) hanya berlaku dalam syari’at Nabi Ibrahim AS dan Nabi Musa AS.
Sedangkan untuk umat Nabi Muhammad SAW mereka dapat menerima pahala amal
kebaikannya sendiri atau amal kebaikannya sendiri atau amal kebaikan orang
lain” (Al-Futuhat Al-Ilahiyyah, Juz IV, hal 236).
2.
Menurut Mufti Mesir Syekh Hasanain Muhammad Makhluf :
وَأَمَّا قَوْلُهُ تَعَلَى وَأَنْ لَيْسَ
لِلْإِنْسَانِ اِلاً مَاسَعَى فَهُوَ مُقَيًدٌ بِمَا إِذَالَمْ يَهَبِ الْعَامِلُ
ثَوَابَ عَمَلِهِ لِغَيْرِهِ وَمَعْنىَ ألْاَيَةِ أَنًهُ لَيْسَ يَنْفَعُ
الْإِنْسَانَ فِي الْأَخِرَةِ إِلًا مَا عَمِلَهُ فِي الدُّنْيَا مَالَمْ يَعْمَلْ
لَهُ غَيْرُهُ عَمَلًا وَيَهَبَهُ لَه فَاِّنَهُ يَنْفَعُهُ كَذَلِكَ (حكم الشريعة
الإسلامية في مأتم الأربعين : ٢٣-٢٤ )
“Firman
Allah SWT wa an laisa lil insaani illaa maa sa'aa.. perlu
diberi batasan, yaitu jika orang yang melakukan perbuatan baik itu tidak
menghadiahkan pahalanya kepada orang lain. Maksud ayat tersebut adalah, bahwa
amal seseorang tidak akan bermanfaat di akhirat kecuali pekerjaan yang telah
dilakukan di dunia bila tidak ada orang lain yang menghadiahkan amalnya kepada
si mayit. Apabila ada orang yang mengirimkan ibadah kepadanya, maka pahala amal
itu akan sampai kepada orang yang meninggal dunia tersebut” (Hukm Al-Syari’ah
Al-Islamiyah fi Ma’tam Al-Arbai’n, 23-24).
3.
Menurut Syekh Muhammad Al-Arabi:
أُرِيْدُ اْلِإنْسَانُ اْلكَافِرُ
وَأَمَّا اْلمُؤْمِنُ فَلَهُ مَاسَعَى أَخُوْهُ (اسعاف المسلمين والمسامات,٤٧)
“Yang
dimaksud dengan kata “al-insan” ialah orang kafir. Sedangkan manusia yang
beriman, dia dapat menerima usaha orang lain. (Is’af Al-Muslimin wa
Al-Muslimat, 47).
Di
antara sekian banyak tafsir QS. Al-Najm, 39 yang paling mudah dipahami,
sekaligus dapat dijadikan landasan yang kuat untuk tidak mempertentangkan
antara ayat dan hadits yang tegas menjelaskan bahwa seseorang yang meninggal
dunia dapat menerima manfaat dari amalan orang yang hidup, adalah tafsir dari
Abi Al-Wafa’ Ibnu ‘Aqil Al-Baghdadi Al-Hanbali (431-531 H) sebagai berikut:
اَلْجَوَابُ الْجَيِّدُ عِنْدِيْ أَنْ
يُقَالَ أَلْإِنْسَانُ بِسَعْيِهِ وَحُسْنِ عُشْرَتِهِ إِكْتَسَبَ اَلْأَصْدِقَاءَ
وَأَوْلَدَ اْلأَوْلَادَ وَنَكَحَ اْلأَزْوَاجَ وَأَسْدَى اْلخَيْرَوَتَوَدَّدَ
إِلَى النَّاسِ فَتَرَحَّمُوْا عَلَيْهِ وَأَهْدَوْا لَهُ اْلعِبَادَاتِ وَكَانَ
ذَلِكَ أَثَرُسَعْيِهِ (الروح, صحيفه: ١٤٥)
“Jawaban
yang paling baik menurut saya, bahwa manusia dengan usahanya sendiri, dan juga
karena pergaulannya yang baik dengan orang lain, ia akan memperoleh banyak
teman, melahirkan keturunan, menikahi perempuan, berbuat baik, serta menyintai
sesama. Maka, semua teman-teman, keturunan dan keluarganya tentu akan
menyayanginya kemudian menghadiahkan pahala ibadahnya (ketika telah meninggal
dunia). Maka hal itu pada hakikatnya merupakan hasil usahanya sendiri.”
(Al-Ruh, 145).
Dr.
Muhammad Bakar Ismail, seorang ahli fiqh kontemporer dari Mesir menjelaskan:
وَلَا يَتَنَافَى هَذَا مَعَ قَوْلِهِ
تَعَالَى فِى سُوْرَةِ النَّجْمِ وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلاَّمَاسَعَى
فَإِنَّ هَذَا التَّطَوُّعَ يُعَدُّ مِنْ قَبِيْلِ سَعْيِهِ فَلَوْلَا أَنَّهُ
كَانَ بَارًا بِهِمْ فِى حَيَاتِهِ مَا تَرَحَّمُوْا عَلَيْهَ وَلَاتَطَوَّعُوْا
مِنْ أَجْلِهِ فَهُوَ فِى الْحَقِيْقَةِ ثَمْرَةٌ مِنْ ثِمَارِ بِرِّهِ
وَإِحْسَانِهِ (الفقه الوضح,ج: ١,ص: ٤٤٩)
“Menghadiah
pahala kepada orang yang telah mati itu tidak bertentangan dengan ayat وان ليس للإنسا الإماسعى karena pada
hakikatnya pahala yang dikirimkan kepada ahli kubur dimaksud merupakan bagian
dari usahanya sendiri. Seandainya ia tidak berbuat baik ketika masih hidup,
tentu tidak akan ada orang yang mengasihi dan menghadiahkan pahala untuknya.
Karena itu sejatinya, apa yang dilakukan orang lain untuk orang yang telah
meninggal dunia tersebut merupakan buah dari perbuatan baik yang dilakukan si
mayit semasa hidupnya.” (Al-Fiqh Al-Wadlih, juz I, hal 449).
Dari
penjelasan para ulama ahli tafsir di atas jelaslah bahwa QS. Al-Najm ayat 39
bukanlah dalil yang menjelaskan tentang tidak sampainya pahala kepada orang
yang sudah meninggal, QS. Al-Najm ayat 39 tersebut bukanlah ayat yang melarang
kita untuk mengirim pahala, do’a, shodaqoh kepada orang yang telah meninggal.
Adapun
hadits Abu Hurairoh RA yang sering dijadikan dalil untuk melarang orang yang
tahlilan, berdo’a, dan bersodaqoh untuk orang yang sudah meninggal yaitu hadits
yang berbunyi:
عَنْ أَبِِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم قَالَ, إِذَا مَاتَ
اْلإِنْسَانُ إِنْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ صَدَقَةٍ
جَارِيَةٍ أَوْعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ (صحيح
مسلم,ص:٣٠٨٤ )
“Diriwayatkan
dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Jika manusia mati, maka
terputuslah amalnya kecuali tiga hal, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang
bermanfaat, dan anak shalih yang mendo’akan kedua orang tuanya” (Shahih Muslim,
3084).
Yang
dimaksud dengan ‘terputus’ dalam hadits di atas adalah amalnya sendiri,
sedangkan amal orang lain tidak terputus. Mengenai hadits tersebut Ibnu
Al-Qayyim berpendapat:
فَإِنَّهُ صلى الله عليه وسلم لَمْ
يَقُلْ اِنْتِفَاعُهُ, وَإِنَّمَا أَخْبَرَ عَنِ انْقِطَاعِ عَمَلِهِ وَأَمَّا
عَمَلُ غَيْرِهِ فَهُوَلِعَامِلِهِ فَإِنْ وَهَبَهُ لَهُ وَصَلَ إِليْهِ ثَوَابُ
عَمَلِ الْعَامِلِ (الروح : ١٤٦)
“Dari
hadits tersebut Rasulullah SAW tidak bersabda “ … akan terputus manfaatnya …”.
Beliau hanya menjelaskan bahwa amalnya akan terputus. Amal orang lain adalah
tetap menjadi milik pelakunya, tapi bila dihadiahkan kepada orang yang telah
meninggal dunia, maka pahala amalan itu akan sampai kepadanya. (Al-Ruh, 146).
Ibnu
Hazm juga berpendapat:
أَنَّهُ لَايُفِيْدُ إِلَّا
انْقِطَاعَ عَمَلِ الْمَيِّتِ لِنَفْسِهِ فَقَطْ وَلَيْسَ فِيْهِ دِلَالَةٌ عَلَى
انْقِطَاعِ عَمَلِ غَيْرِهِ عَنْهُ أَصْلًا وَلَا اْلمَنْعَ مِنْ ذَلِكَ(حكم
الشريعة الإسلامية في مأتم الأربعين : ٤٣ )
“Hadits
itu hanya menjelaskan terputusnya amal orang yang telah meninggal dunia, namun
sama sekali tidak menjelaskan terputusnya amal orang lain yang dihadiahkan
kepadanya serta tidak juga melarang hal tersebut” (Hukm Al-Syari’ah
Al-Islamiyah fi Ma’tam Al-Arba’in, 43).
Dari
sini maka kita harus yaqin bahwa menghadiahkan pahala ibadah kepada orang yang
meninggal dunia itu ada manfaatnya, karena dengan izin Alloh SWT akan sampai
kepada orang yang dimaksud.
Posting Komentar untuk "Sampainya pahala, Doa dan Shodaqoh kepada orang yang sudah meninggal"